26 C
Sidoarjo
Thursday, March 6, 2025
spot_img

Menjaga Bara Perjuangan PGRI

Oleh:
Yogyantoro, M.Pd
Guru SMPN 2 Suruh, Trenggalek dan Ketua PGRI Ranting

Kemurnian perjuangan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dilihat dari kiprah perjuangannya telah menggoreskan jejak perjalanan yang panjang untuk mengawal peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. PGRI menempatkan kebutuhan anggota-anggotanya di atas segala-galanya dengan mempertahankan kinerja organisasi demi kepentingan anggota dan organisasi. Pelayanan prima dalam memperdayakan guru-guru Indonesia agar guru mereka dapat melaksanakan tugas dan berdedikasi dengan penuh loyalitas dan tanggung jawab adalah bentuk profesionalisme yang nyata. Tak pelak, PGRI sukses mengaktualisasikan program kerjanya dengan memfokuskan pada nilai-nilai solidaritas yang dijunjung tinggi penuh kesetiakawanan dalam memperjuangkan hak dan martabat anggotanya.

Aneka bentuk perjuangan dalam memetakan jalan pendidikan nasional selalu membekas di hati para guru. Kita masih ingat bagaimana organisasi profesi terbesar yang dimiliki oleh guru di Indonesia ini pada dua puluh dua tahun yang lalu berhasil mengusulkan tunjangan-tunjangan bagi guru yang ending-nya tunjangan fungsional guru naik 150 persen. Lalu tujuh tahun berikutnya keluar Permendiknas No.18 Tahun 2007 yang mengatur tentang sertifikasi guru dalam jabatan melalui portofolio dan dilanjutkan setahun kemudian muncul PP 74 Tahun 2008 yang membawa angin segar bagi pada nasib guru yang telah lama mengabdi untuk negeri yang kerap terbelenggu dengan nasib yang tak kunjung membaik dengan hak memeperoleh serdik (sertifikat pendidik) apabila sudah mencapai usia 50 dengan pengalaman kerja 20 tahun sebagai guru dan memenuhi beberapa syarat normatif lainnya.Tidak berhenti sampai disitu saja, tiga tahun berikutnya terbit Perpres 52 Tahun 2009 bahwa guru pegawai negeri sipil (PNS) yang belum mendapatkan tunjangan profesi tambahan penghasilan mendapatkan tambahan penghasilan sebesar Rp. 250.000,00 per bulan.

Berita Terkait :  Humas di Era Digital, Sebuah Insight dari Pengeloloan Instagram @JATIMPEMPROV

Masih melekat pula dalam ingatan kita bagaimana PGRI pada masa-masa itu berjibaku memperjuangkan kesejahteraan guru baik secara lahir maupun batin, material maupun nonmaterial yang mengedepankan profesionalitas dan kepuasan kerja para guru. Salah satunya dengan menjamin terpenuhinya imbalan jasa yang memadai, adanya rasa aman dan nyaman dalam berkerja berkat lingkungan kerja yang kondusif dengan kemudahan dalam pengembangan diri dan karir lewat alokasi 20 persen RAPBN pada tahun 2009. PGRI dengan gigih berjuang secara konsepsional, konstitusional dan prosedural dengan menggugat UU APBN pada saat itu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Meskipun pada tahun-tahun sebelumnya yaitu sepanjang tahun 2006 hingga 2007 pemerintah masih bergeming namun pada tahun 2008 akhirnya pecah telur juga yaitu pemerintah membuka kran RAPBN 2009 alokasikan 20 persen anggaran. Realisasi anggaran 20 persen dari APBN mengangkat marwah pendidikan sesuai dengan amanat UUD 1945.

Sejumlah besar guru di Indonesia akhirnya dapat menikmati berbagai manfaat dan berkah, ditandai dengan adanya peningkatan dan perbaikan pada nasib mereka serta terdapat perbandingan lurus dengan kemajuan di dunia pendidikan. Lalu, masihkah ada yang berprasangka bahwa PGRI yang merupakan bagian dari organisasi guru dunia dengan anggotanya yang lebih dari 25 juta ini kerjaannya hanya main potong gaji saja? Masih ragu-ragukah guru-guru, terutama dari kalangan guru swasta dan guru-guru dari kementerian agama masuk organisasi guru yang telah tersebar di 158 negara ini? PGRI telah membuktikan dirinya sebagai organisasi profesi terpercaya dan terbesar yang dipunyai oleh guru Indonesia dengan wadahnya yang begitu prospektif, sigap dan dinamis untuk menghadapi tantangan apapun terkait regulasi maupun perlindungan guru pada saat ini dan di masa depan.

Berita Terkait :  KPU Surabaya Gelar Acara Debat Publik Pilwali 2024

Dulu (sempat) raibnya tunjangan profesi guru pada versi terbaru Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dihadapi dengan elegan, penuh keharmonisan, dan bersinergi dengan para pakar dan tokoh pendidikan menuntut pengkajian yang lebih komprehensif. Pada konferensi pers di Gedung Guru Indonesia, Jakarta pada Minggu, 28 Agustus 2022 PGRI dengan tegas menolak adanya penghapusan tunjangan profesi guru (TPG) dalam RUU Sisdiknas. Unifah Rosyidi, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI dengan berapi-api penuh semangat memberikan bantuan hukum dan perlindungan profesi guru bagi anggota-anggotanya. Beliau secara lantang menegaskan bahwa sertifikasi dan kenaikan pangkat harus dipermudah, TPG di RUU Sisdiknas dipertahankan dengan menuntut pengembalian pasal terkait tunjangan profesi. Pengakuan dan penghormatan guru sebagai profesi adalah harga mati. Peristiwa sarat polemik ini justru kembali memantik ingatan sejarah perjuangan PGRI pada tahun 1998 untuk mewujudkan UU Guru dan Dosen (Gurdes) yang berfokus pada kemslahatan, kesejahteraan sekaligus tugas,fungsi,sanksi dan aturan terkait gurdes. Optimis, PGRI mampu mengurai tata kelola guru saat ini yang masih terfragmentasi pada institusi, oleh aktor dan dengan peraturan yang berbeda-beda pula. Ganbate!

—————- *** ———————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru