Beberapa Muktamar NU (Nahdlatul Ulama’), menjadi tonggak sejarah bangsa Indonesia. Terutama pada bidang ke-agama-an, sosial, ekonomi, dan perpolitikan nasional. Selain juga me-riuh-kan media masa media mainstream, dan online) dalam waktu panjang. Termasuk Muktamar NU ke-32, Makasar, tahun 2010, bertabur tokoh. Selain dibuka oleh Presiden SBY, juga dihadiri 20 Menteri, serta dihadiri puluhan duta besar dan belasan mufti dari negara Islam. Tamu dari tokoh-tokoh agama di luar Islam ikut menghadiri pembukaan Muktamar.
Salahsatu hasil Muktamar NU ke-32, adalah penetapan hari lahir menggunakan kalender Hijriyah. Sehingga tertulis NU dilahirkan pada tanggal 16 Rajab tahun 1344 Hijriyah. Maka pada tanggal 16 Rajab tahun ini (1446 H), usia NU telah mencapai 102 tahun. Walau dalam hitungan kalender Masehi (sejak 31 Januari 1926), usia NU masih 99 tahun. Pada peringatan Harlah ke-100, di stadion Gelora Delta, Sidoarjo, Pebruari 2023, berlangsung 24 non-stop.
Memperingati Harlah 1 abad NU, ditandai dengan kumpulan masa paling banyak dalam sepanjang sejarah Indonesia. Sampai “menutup” jalan tol ruas Waru – Gempol. Sepanjang tol sisi B (dari arah Perak) digunakan untuk parkir kendaraan rombongan jamaah. Seluruh area di kecamatan kota Sidoarjo, dan kecamatan Sukodono, juga digunakan sebagai area parkir berbagai kendaraan. Masyarakat Sidoarjo menyediakan hidangan, dan tumpangan per-tamu-an gratis.
Kiprah NU, menarik perhatian lembagai survei. Diantaranya LSI (Lembaga Survei Indonesia) menjajaki jumlah “orang yang mengaku NU.” Survei pada tahun 2023, diperoleh agregat, jumlahnya meliputi 56,9% rakyat Indonesia. Jika jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2023 sebanyak 280 juta jiwa, maka jumlah “orang NU” sebanyak 159,320 juta jiwa. Angka ini mengalami kenaikan sangat signifikan dibanding hasil Pemilu 1955.
Saat Pemilu pertama di Indonesia itu Partai NU memperoleh hampir 7 juta suara (18,41%), peringkat ke-3, di bawah PNI, dan Masyumi. Padahal persiapan NU sebagai parpol sangat singkat, karena baru “berani” menyatakan keluar dari parpol Masyumi. Tetapi kesejarahan NU di Indonesia, bukan sekadar urusan keagamaan. Melainkan juga mempertahankan kemerdekaan melalui Resolusi Fatwa Jihad, 22 Oktober 1945. Dalam sekejap mengobarkan Perang Sabil, 10 November 1945, di Surabaya, melawan pemenang Perang Dunia kedua, Sekutu.
Kesejarahan NU juga menarik lembaga survei (Litbang Kompas), yang d-inisiasi koran harian terbesar nasional Kompas. Terdapat empat pertanyaan utama, bersifat “tonjok langsung.” Diantaranya, pertanayaan, “Baik atau burukkah citra organisasi NU?” Terbanyak menjawab baik (87,1%), menjawab buruk (10,8%), dan menjawab tidak tahu (2,1%). Pertanyaan lainnya, “Seberapa besar pengaruh NU dalam memengaruhi kebijakan pemerintah?” Terbanyak menjawab berpengaruh (89,4%).
Pertanyaan “menohok” lainnya, adalah, “Perlukah NU terlibat aktif dalam politik nasional?” Terbanyak menjawab perlu (79,8%). Tetapi mayoritas jajaran PBNU, menyatakan NU tidak perlu menjadi parpol (lagi). Karena Muktamar NU ke-27, 1984, , menyatakan NU kembali ke khitthah 1926. Sebagai jam’iyah (organisasi masyarakat) keagamaan Islam. Sedangkan aspirasi politik, diserahkan kepada masing-masing nahdliyin (rakyat NU).
Saat ini kepengurusan NU tersebar di 137 negara. Kepengurusan di tiap negara “disetarakan” dengan tingkat Cabang (tingkat kabupaten dan kota). Pengurus Cabang Istimewa NU, antaralain terdapat di Amerika Serikat, Arab Saudi, Afganistan, Inggirs, Jerman, Perancis, dan Palestina. Juga terdapat di Korea Selatan, dan Korea Utara. Tetapi tidak terdapat PCI-NU di Rusia, dan China.
Sehingga dakwah NU tentang konsep Islam Rahmatan lil Alamin (melalui misi ukhuwah basyariyah, persaudaraan global) bisa dikumandangkan di seluruh dunia. Termasuk menjadi “mentor” perdamaian.
——— 000 ———