Pemerintah telah mulai meng-gelontor program pelaksanaan awal makan bergizi gratis (MBG) di seluruh Indonesia. Selanjutnya MBG akan tercantum menjadi prioritas RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional). Sekaligus sebagai realisasi janji politik saat kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. MBG Indonesia akan menjadi yang paling kolosal di seluruh dunia, melibatkan 15 juta jiwa sasaran. Bahkan sampai 82,9 juta penerima manfaat sampai tahun 2029.
Penerima manfaat MBG terdiri dari Balita, santri, dan siswa PAUD, TK, SD hingga SLTA. Berikutnya akan menyasar ibu hamil dan menyusui. Tidak tanggung-tanggung, MBG disokong alokasi anggaran sebesar Rp 71 triliun, bersumber dari APBN 2025. Sekaloigus menjadi program pertama dalam tema Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo dan Wapres Gibran. Pada tahap awal, MBG digelontor serentak 190 titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tersebar di 26 propinsi.
Pemberian (dan jaminan) pangan pada anak, merupakan hak utama yang diakui dalam Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Walau sudah di-umum-kan sejak tahun 1954, tetapi baru ditabalkan pada tahun 1989, melalui Konvensi Hak-Hak Anak. Pemerintah me-ratifikasi Konvensi Hak anak melalui Keputusan Presiden nomor 36 Tahun 1990. Tetapi realitanya, masih banyak anak Indonesia menderita kekurangan pangan (kelaparan).
Di Indonesia, konstitusi menjamin hak asasi anak. Tertulis dalam UUD pasal 28-B ayat (2), mengamanatkan: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi.” Juga telah terdapat mandatory lex specialist, berupa UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Pada pasal 19, dinyatakan, “Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.”
Berdasar data Global Hunger Index (GHI) pada tahun 2024, indeks kelaparan Indonesia adalah yang tertinggi kedua di Asia Tenggara. Indeks kelaparan Indonesia mencapai 16,8 atau termasuk dalam kategori moderate. Indeks ini diukur berdasarkan jumlah populasi yang mengalami kurang gizi, jumlah anak dengan stunting, jumlah anak yang mengalami wasting, dan jumlah kematian pada anak.
Karena bersifat program unggulan (Program Hasil Terbaik Cepat), maka MBG dibarengi dengan pengawasan teknis, dan fungsional. Sehingga standar kebersihan, kecukupan gizi, dan pengelolaan limbah, sesuai peraturan yang berlaku. Serta terdapat jaminan keberlanjutan program. Sehingga setiap dapur wajib memiliki kepala SPPG, yang ditunjuk oleh Badan Gizi Nasional (BGN). Maka setiap unit SPPG wajib memiliki (bekerjasama) dengan seorang ahli gizi dan seorang akuntan.
Pada awal pelaksanaan MBG, tak bisa abaikan kritisi. Termasuk nyaris mustahil dilakukan oleh kalangan usaha mikro dan kecil. Begitu pula konsep trickle-down effect (keuntungan usaha besar akan meluruh pada usaha mikro) belum bisa diharapkan. MBG pada tahap awal saat ini, juga belum bisa diharapkan untuk tujuan mengurangi stunting, dan wasting (badan kurus kurang gizi). Karena stunting harus dimulai saat ibu hamil sampai balita berusia 2 tahun.
Ahli gizi sedunia meyakini pemberian asupan makanan sehat dan bergizi pada anak, bukan hanya bisa mencegah terjadinya penyakit. Melainkan juga kemanfaatan lain. Diantaranya, menjaga berat badan tetap ideal, dan menyehatkan suasana hati (mood). Juga mencegah masalah kesehatan mental, seperti cemas atau depresi.
Pemerintah sejak lama telah berupaya melindungi kesehatan anak. Termasuk menyelenggarakan pencegahan penyakit (imunisasi). Di seluruh dunia, kinerja kesehatan anak di-nomor satu-kan, melebihi program memajukan ekonomi. Sehingga setiap anak harus dihindaran dari berbagai ancaman penyakit.
——— 000 ———