Surabaya, Bhirawa
Kebijakan pemerintah akan menghapus status tenaga honorer di tahun 2025 mendatang mendapat perhatian banyak pihak. Kadindik Jatim, Aries Agung Paewai menyebut semua (tenaga honorer) harus ditampung sesuai dengan kebijakan KemenPAN.
Menjelaskan lebih lanjut Aries mengatakan dalam kebijakan KemenPAN tersebut ada dua golongan PPK, yaitu PPPK Penuih Waktu dan PPPK Paruh Waktu.
PPPK Penuh Waktu , lanjutnya , yang ditujukan bagi honorer yang berhasil mendapatkan peringkat terbaik dalam seleksi PPPK 2024. Status ini memberikan hak dan kewajiban yang setara dengan ASN pada umumnya, termasuk NIP dan fasilitas penuh.
Selanjutnya ada PPPK Paruh Waktu. Dalam kebijakan ini, disediakan bagi honorer yang mengikuti seleksi PPPK 2024 tetapi tidak mencapai peringkat tertinggi. Status ini tetap memberikan pengakuan sebagai ASN, tetapi dengan tanggung jawab yang disesuaikan dan fasilitas yang lebih terbatas.
“Pemerintah sudah menyampaikan kalau tidak tertampung PPPK maka ada istilahnya Paruh Waktu. Jadi tidak ada lagi namanya honorer jadi hanya ada PPPK Penuh Waktu dan Paruh Waktu,” sebut Aries, Kamis (12/12).
Berdasarkan data yang dimiliki Dinas Pendidikan (Dindik Jatim) jumlah PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) sebanyak 16.395 orang. Rinciannya, PPPK guru sebanyak 16.371 dan PPPK tenaga kependidikan sebanyak 24 orang.
Sedangkan untuk jumlah guru honorer sekolah negeri tercatat ada 16.536. Di mana 5.711 merupakan guru honorer dan 10.825 orang merupakan tenaga kependidikan honorer.
Sementara itu, Pengamat Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surabaya Achmad Hidayatullah, Ph.D kejelasan status guru honorer di tahun mendatang sangat dibutuhkan.
Kejelasan status yang diberikan Pemerintah nantinya, kata Dayat, akan memberi rasa nyaman dan tenang bagi tenaga honorer. Jika sistem honorer dihapus, alternatif pengganti perlu segera dilakukan misal dengan membuka PPPK dan CPNS.
“Kebijakan penghapusan tenaga honorer ini perlu mempetimbangkan aspek keadilan sebagai mana tertuang dalam pancasila. Transisinya perlu adil, sehingga tenaga honorer yang ada tidak kehilangan pekerjaan,” ucapnya.
Di lain sisi, Pria kelahiran Sumenep ini juga menilai pemetaan guru secara akurat perlu dilakukan dan perlu tindakan yang responsive. Ia meyakini bahwa pemerintah memiliki data akurat guru yang sudah dan akan pensiun. Ketika data tersebut sudah ada, pemerintah bisa segera membuka PPPK ataupun CPNS sebagai pengganti.
“Yang terjadi di lapangan ini kan ketika sebagian guru pensiun dari sekolah, sedangkan PPPK dan CPNS tidak dibuka, maka terkadang sekolah mengangkat guru honorer sebagai solusi. Nah, hal tersebut perlu pemetaan dan langkah responsif dari pemerintah,” urai dia.
Dayat juga menilai bagi guru honorer yang bertahun tahun sudah mengabdi di sekolah tidak perlu lagi diuji-uji.
“Misalnya kinerjanya di sekolah sudah bagus dan sudah mengabdi bertahun tahun ya diangkat saja. Jangan dibikin susah lagi,” tambahnya.
Karenanya, solusi semacam ini menurut Dayat perlu kerjasama lintas kementrian. Sehingga tidak hanya menjadi beban Mendikdasmen semata. [ina.gat]