Oleh :
M. Syaprin Zahidi, M.A.
Dosen Pada Prodi Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang
Pada tanggal 20 september lalu Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menuntut China untuk memberikan penjelasan dan mengungkapkan fakta terkait tewasnya warga negara Jepang setelah ditikam oleh orang tidak dikenal di Shenzhen. Ini merupakan peristiwa yang berulang dan mengancam keselamatan warga negara Jepang karena peristiwa serupa sempat terjadi pada bulan Juni lalu Ketika seorang Pria China melukai seorang Wanita Jepang dan anaknya di depan sebuah bus sekolah di Suzhou.
Hal tersebut tentunya menimbulkan kecurigaan dikalangan masyarakat Jepang yang menganggap bahwa sentimen anti Jepang sedang menguat di China, namun pertanyaannya mengapa perempuan dan anak-anak yang menjadi korban?. Inilah yang menarik untuk ditelusuri lebih jauh terkait dengan rentetan peristiwa yang terjadi di China tersebut.
Ada satu fakta menarik yang semakin menguatkan faktor penyebab peristiwa tersebut adalah “sentimen anti Jepang” yaitu waktu terjadinya peristiwa penikaman warga negara Jepang tersebut bertepatan dengan peringatan “peristiwa 918” yang terjadi pada 18 September 1931 yaitu suatu peristiwa peledakan rel kereta api di china timur laut (dikenal sebagai insiden Mukden) yang akhirnya dijadikan dalih oleh Jepang untuk merebut wilayah itu dan diperingati oleh China sebagai awal dari invasi Jepang di China.
Sejarah tentu mencatat bagaimana brutalnya penjajahan Jepang di China yang diakui atau tidak sebenarnya masih menjadi pengganjal dalam hubungan China dan Jepang hingga saat ini. Insiden Mukden dan tragedi Pemerkosaan Nanking pada Desember 1937 tentunya tidak akan mudah untuk dilupakan oleh masyarakat China. Inilah sebenarnya yang menjadi penyebab ada sentiment yang mengakar di masyarakat China pada para pendatang Jepang di China.
Walaupun mungkin normalisasi hubungan antara kedua negara sudah tejadi bertahun-tahun namun tetap saja konteks dendam masa lalu masyarakat China tidak akan pernah terhapus, mungkin mereka bisa memaafkan namun pastinya tidak akan pernah melupakan peristiwa itu. Pada tahun 2006 ada satu media Jepang yaitu Yomiuri Shimbun yang secara khusus menyoroti dua peristiwa itu (insiden Mukden dan tragedi pemerkosaan Nanking) mereka mengakui bahwa dua insiden itu didorong oleh perilaku agresif kaum militan ultra kanan Jepang sehingga menjadikan munculnya agresi rezim fasis Jepang waktu itu. Agresi itu dilancarkan untuk mencaplok wilayah Dong Bei (secara harfiah bermakna timur laut) di kawasan Manchuria, China utara, yang kaya sumber daya alam, seperti batubara dan bijih besi.
Tidak dapat dipungkiri di era saat ini friksi yang kerapkali terjadi antara kedua negara sedikit banyak pasti diikuti dengan “dendam masa lalu” masyarakat China, sebagai contoh Ketika terjadi sengketa antara kedua negara ini terkait Kepulauan Diaoyu atau Senkaku, di media sosial ramai sekali masyarakat China yang kemudian meluapkan kemarahannya terhadap Jepang dan menyebut Jepang memiliki “kesalahan masa lalu yang belum termaafkan dan malah masih mencari masalah lagi dengan China. Bahkan baru-baru ini banyak masyarakat China di platform media sosial mereka meminta pemerintah China untuk menutup sekolah-sekolah Jepang di China karena mereka mencurigai sekolah-sekolah tersebut sebagai tempat pendidikan mata-mata Jepang.
Tentunya perilaku masyarakat China tersebut tidak bisa dibenarkan karena bisa saja pada akhirnya akan menimbulkan ketegangan yang berlarut-larut antara kedua negara, oleh karena itulah bisa dipahami Ketika pada akhirnya China melalui juru bicara kementerian luar negeri Lin Jian menyampaikan bela sungkawa dan menegaskan bahwa China akan melakukan penyelidikan secara menyeluruh terhadap perisitwa tewasnya penduduk jepang.
Namun pada akhirnya tetap saja hubungan kedua negara akan selalu dihiasi oleh trauma masa lalu penduduk China yang sewaktu-waktu jika muncul friksi lagi maka sentiment terhadap Jepang tersebut juga kemungkinan akan muncul lagi.
———- *** ————