32 C
Sidoarjo
Friday, November 22, 2024
spot_img

Tantangan Sosial-Politik Pemerintahan Prabowo


Oleh :
Najamuddin Khairur Rijal
Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Muhammadiyah Malang

Pemerintahan baru mendatang di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dihadapkan pada beragam isu sosial-politik krusial yang harus segera diselesaikan. Mengingat Indonesia adalah negara dengan populasi lebih dari 280 juta orang dan beragam etnis, agama, serta latar belakang sosial, tantangan dalam hal stabilitas sosial-politik tidak bisa diabaikan.

Salah satu yang perlu mendapat perhatian pemerintahan Prabowo mendatang adalah polarisasi yang terjadi di masyarakat. Dalam beberapa waktu terakhir, perbedaan pandangan politik, agama, dan etnis semakin tajam. Hal ini terlihat jelas dari peristiwa Pemilu 2019 dan 2024, di mana ketegangan antara pendukung pasangan calon menciptakan garis pemisah yang kuat di tengah masyarakat. Demikian pula, hajatan Pilkada Serentak pada November mendatang akan semakin menciptakan polarisasi politik di berbagai daerah. Polarisasi ini berpotensi menciptakan ketegangan sosial, memperkuat sentimen antar kelompok, yang selanjutnya dapat mengancam persatuan nasional.

Untuk meredakan ancaman polarisasi itu, Prabowo perlu mendorong inklusivitas dalam pemerintahannya. Pemerintahan baru ke depan, yang sebagaimana diberitakan akan menjadi kabinet gemuk dengan 46 kementerian, perlu mewakili keragaman Indonesia, baik dari segi suku, etnisitas, agama, maupun kelompok politik. Harapannya akan tercipta suasana yang lebih harmonis dan ketegangan antar kelompok bisa diminimalisir. Dengan catatan, pemerintahan tersebut bukan hasil transaksi politik semata, tetapi lebih pada semangat kolektif untuk kemajuan bangsa.

Berita Terkait :  Bias Gender dalam Tayangan Media

Selain daripada itu, isu hak asasi manusia (HAM) akan menjadi sorotan utama dalam pemerintahan Prabowo. Apalagi selama ini, Prabowo banyak dinarasikan terlibat dalam pelanggaran HAM berat di masa lalu, saat berkarier di militer. Hal ini akan menjadi tantangan tersendiri untuk menunjukkan bahwa Prabowo berkomitmen terhadap penegakan HAM dan keadilan sosial, dengan menyelesaikan masalah pelanggaran HAM masa lalu yang belum berhasil dituntaskan oleh para presiden sebelumnya.

Menurut data Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang belum terselesaikan masih berjumlah belasan, termasuk kasus-kasus besar seperti Peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius tahun 1982-1985, Talangsari 1989, Trisakti, Semanggi I dan II, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Wasior 2001-2002, Wamena 2003, Pembunuhan Dukun Santet 1998, Peristiwa Simpang KAA 1999, Jambu Keupok 2003, Rumah Geudong 1989-1998, Timang Gajah 2000-2003, dan lainnya (komnasham.go.id). Karena itu, Prabowo memiliki warisan kontroversial terkait HAM yang memerlukan langkah tegas dengan mendukung upaya rekonsiliasi, penyelidikan, dan penyelesaian hukum bagi para korban.

Selain itu, reformasi hukum juga harus menjadi prioritas. Kita menyaksikan bersama, bagaimana kinerja aparat penegak hukum dan sistem peradilan kita dalam beberapa tahun terakhir. Kepercayaan publik terus tergerus hingga menciptakan pesimisme terhadap penegakan hukum. Akibatnya, jaminan kepastian hukum menjadi tidak jelas dan rakyat menjadi apatis dan antipati dengan proses penegakan hukum, termasuk dengan para penegaknya, three musketeers (polisi, hakim, dan jaksa).

Berita Terkait :  Dorong Pertanian Regeneratif

Di sisi lain, ketimpangan sosial-ekonomi juga masih menganga. Kelas menengah tumbuh semakin cepat, tetapi pada saat yang sama, masyarakat miskin semakin terpuruk sekalipun data Badan Pusat Statistik menunjukkan penurunan persentase penduduk miskin menjadi 9,03 persen pada Maret 2024. Pemerintahan baru mendatang perlu merancang kebijakan komprehensif untuk mempersempit jurang ketimpangan dan ketidakmerataan di berbagai daerah. Hal itu berkorelasi dengan peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan dan layanan kesehatan yang berkualitas, serta layanan publik lainnya.

Demikian pula, pembangunan infrastruktur yang selama sepuluh tahun menjadi fokus utama pemerintahan Jokowi perlu dilanjutkan dalam rangka menciptakan konektivitas antar wilayah dan meningkatkan produktivitas ekonomi. Tetapi jangan lupa, pembangunan infrastruktur selama ini berkorelasi dengan peningkatan utang negara. Jika tidak ditata dan dikelola dengan baik, jangan sampai kita terjebak pada jebakan utang (debt trap).

Selain itu, masalah konflik dan stabilitas sosial di Papua akan menjadi tantangan besar bagi pemerintahan baru Prabowo. Selama bertahun-tahun, Papua telah menjadi sorotan karena masalah separatisme dan pelanggaran HAM. Selama ini, pendekatan keamanan yang dilakukan oleh pemerintah faktanya belum berhasil menyelesaikan akar permasalahan yang ada, bahkan semakin menciptakan lingkaran kekerasan (circle of violence) tak berkesudahan. Dibutuhkan pendekatan yang holistik dengan keterlibatan multiaktor dalam upaya menyelesaikan bara di Papua.

Tentu, ada banyak isu-isu krusial di bidang sosial-politik, juga di bidang lainnya, yang akan dihadapi pemerintahan baru mendatang. Untuk menghadapinya, pemerintah kiranya perlu mengadopsi pendekatan yang inklusif, berkedilan, berbasis dialog dan mendorong keterlibatan multiaktor.

Berita Terkait :  Pilkada: Makam Keramat dan Money Politics

Keberhasilan Prabowo dalam menakhodai Indonesia selama lima tahun mendatang bukan hanya akan menentukan masa depan politiknya, tetapi lebih jauh dari itu menentukan masa depan bangsa menuju cita-cita Indonesia Emas 2045. Prabowo dan pemerintahannya harus mewariskan legasi positif bagi kemajuan bangsa dan eksistensi Indonesia hingga apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa terwujud, yakni Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur.

————- *** —————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img