Oleh:
Endro Budi Santoso, Kab Nganjuk
Salah satu jalur ekonomi di Jawa Timur yang legendaris , karena ada sejak zaman kolonial adalah jalur Madiun -Surabaya. Di Jalur ini ada satu jembatan besar yang konon sudah ada sejak tahun 1800-an, yaitu Jembatan/Kreteg Kertosono.
Namun, sejak dibangunnya jembatan baru di sisi selatannya, jembatan legendaris Kreteg Kertosono ini semakin mengenaskan karena tidak ada perhatian dari pemerintah. Padahal , jembatan yang masih bisa dipergunakan ini adalah satu penanda zaman yang tertua di Jawa Timur.
Menurut penuturan Ir. Soekonjono, eks Kepala BPBD Kabupaten Nganjuk di rumahnya Minggu (15/9) jembatan lama Kertososno ini kondisinya sudah sangat mengenaskan, bahkan hampir roboh.
“Semenjak difungsikan jembatan baru yang menghubungkan Kabupaten Jombang – Nganjuk di tahun 2000 an, merubah wajah tata kota Kertosono,” ceritanya.
Menurutnya Kertosono sendiri merupakan kecamatan yang masuk daerah administratif Kabupaten Nganjuk dikenal sebagai kota tua di tandai dengan berdirinya dua pabrik gula. Satu Pabrik Gula Patian Rowo di utara Kertosono dan 1 lagi pabrik gula Juwono di selatan Kertosono.
“Ini menggambarkan peran strategis kota Kertosono sejak zaman Hindia Belanda”, terangnya.
Lebih lanjut, Soekonjono menceritakan, jembatan Kertososno adalah jembatan penghubung ekonomi pertama dan vital di jalur Madiun -Surabaya yang dibangun Belanda untuk memperlancar arus ekonomi saat Jawa menjadi salah satu pusat komoditas paling laris saat itu yaitu gula.
“Hingga di bangunnya jembatan Kertosono oleh Belanda untuk mengirim gula ke Surabaya yang kemudian di ekspor ke Belanda di era kolonial. Diperkirakan Pembangunan jembatan Kertosono oleh Belanda di tahun 1800 an, mengacu jembatan lama Kediri yang baru di bangun di tahun 1855”, ujarnya.
Peran strategis jembatan Kertosono masih berlanjut hingga agresi militer Belanda di tahun 1949, di mana pasukan Belanda yang membonceng pasukan Sekutu yang mendarat di Surabaya menuju ke ibu kota sementara Yogyakarta melalui jalur darat.
Dalam perjalanan tersebut tentara Belanda banyak mendapatkan perlawanan dari pasukan TKR dan penduduk pribumi, termasuk upaya meledakan dan meruntuhkan jembatan Kertosono untuk menghambat laju pasukan Belanda.
Dalam rentang waktu tersebut jembatan Kertosono masih berfungsi sebagai penghubung moda transportasi antar kota dalam Provinsi Jawa Timur hingga di bangunnya jembatan baru di tahun 2000.
Sayangnya, saat ini jembatan ikonik ini terlantar. Menurut Soekonjono, belum adanya pelimpahan aset bangunan konstruksi dari Balai Besar Jalan Nasional kepada pemerintah kabupaten Nganjuk disinyalir penyebab tidak adanya perawatan dan pemeliharaan jembatan lama tersebut hingga terkesan di abaikan begitu saja.
Merawat sejarah memang tidaklah mudah dan murah, perlu upaya dan kerja keras untuk memperoleh ijin dari Balai Besar Jalan Raya Nasional.
Sementara pihak Pemkab Nganjuk sendiri mengaku sudah menyurati Pemprov jatim agar bisa menangani jembatan Kertosono lama.
“Kami sudah surati Pemprov Jatim soal putusnya Jembatan Lama Kertosono,” terang Kepala PUPR Kabupaten Nganjuk Gunawan Widagdo,
“Harus ada payung hukum yang menetapkan bahwa jembatan lama Kertosono merupakan cagar budaya berikut Bangunan-bangunan kolonial yang masih banyak bertebaran di Kecamatan Kertosono dan sekitarnya”, pungkas Soekonjono.
Kertosono sebagai Kota Pusaka rasanya pantas disematkan mengingat di dekade 1800 an pabrik-pabrik gula dengan teknologi mesin industri modern sudah di pakai oleh Belanda dengan VOCnya, Dengan merawat ingatan dan bukti Belanda pernah menjajah di negeri ini kepada anak cucu kita. [gat]