Oleh:
Sihabuddin
Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta.
Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu perayaan hari besar Islam yang diperingati oleh sebagian besar umat Islam di seluruh dunia. Perayaan tersebut dilaksanakan setiap tanggal 12 bulan rabiul awal atau yang biasa disebut dengan bulan maulid yang pada tahun ini bertepatan dengan tanggal 16 September.
Di beberapa kelompok masyarakat tertentu perayaan maulid Nabi tidak hanya dirayakan pada tanggal 12 rabiul awal tetapi dirayakan selama satu bulan penuh. Perayaan maulid yang dilaksanakan setiap tahunnya merupakan salah satu ungkapan rasa syukur umat Islam atas kelahiran Nabi Muhammad, sebab tanpa Nabi Muhammad maka tidak akan mengenal Islam yang menjadi pedoman hidup bagi umat Islam di seluruh dunia.
Nabi Muhammad sebagai utusan Allah mengajarkan semua hal tentang kebaikan bagi umatnya, salah satunya yang diajarkan Nabi adalah akhlak atau etika atau adab. Bahkan saking pentingnya akhlak tingkatannya di atas ilmu yang maksudnya seseorang yang berilmu tetapi tidak memiliki akhlak yang baik maka ilmunya tidak ada gunanya. Secara garis besar penggunaan akhlak dalam kehidupan sehari-hari ada akhlak kepada Allah, akhlak kepada sesama manusia, dan akhlak kepada alam. Komunikasi merupakan salah satu bentuk aktivitas manusia yang membutuhkan akhlak agar menjadi manusia yang berkualitas dalam kehidupan sehari-hari baik dalam berkomunikasi dengan Allah (ibadah), berkomunikasi dengan sesama manusia dan berkomunikasi dengan alam.
Namun, jika membahas komunikasi maka yang muncul di benak kita adalah komunikasi dengan sesama manusia. Maka dari itu, tulisan yang berjudul “Refleksi Komunikasi di Bulan Kelahiran Nabi” ini fokus pada komunikasi antar sesama manusia. Sebab Nabi Muhammad sebagai panutan umat Islam tidak hanya mengajarkan etika komunikasi dengan Tuhan tetap juga mengajarkan etika komunikasi kepada siapapun termasuk kepada sesama manusia baik secara perkataan (verbal) maupun perbuatan (nonverbal). Dengan ini, di bulan maulid ini sebagai umat Islam sepatutnya untuk merefleksikan aktivitas komunikasi yang telah dilakukan, apakah komunikasi kita antar sesama manusia dalam kegiatan sehari-hari sudah sesuai dengan yang diajarkan Nabi atau tidak? Jangan sampai di bulan kelahiran Nabi ini hanya kegiatan perayaan seremonial saja yang dilaksanakan, tetapi lupa mengamalkan apa yang telah Nabi ajarkan termasuk dalam berkomunikasi antar sesama manusia.
Komunikasi memiliki banyak jenis tergantung dari sudut pandang. Dalam tulisan ini komunikasi sebagai bahan refleksi diri membagi komunikasi dengan dua jenis, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Dalam berkomunikasi verbal sebagai seorang muslim harusnya selalu berkata baik, baik secara etika maupun secara estetika, bahkan jika tidak bisa berkata baik Nabi mengatakan lebih baik diam. Hal tersebut seperti yang disampaikan Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhori & Muslim yang berbunyi “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau lebih baik diam”. Perintah untuk berkata baik juga diterangkan dalam Al-Qur`an Surat An-Nahl ayat 125 yang artinya “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk”
Berkata baik harus diterapkan di semua kesempatan bahkan dengan orang yang tidak baik sekalipun kita diperintahkan tetap harus berkata baik, baik secara lisan maupun tulisan. Apalagi di zaman media sosial seperti saat ini dimana setiap orang bisa berkomunikasi dengan lantang tanpa ada filter dari orang lain maka etika komunikasi dalam Islam bisa menjadi filter diri sendiri saat berkomunikasi dengan lain agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Jalaludin Rakhmat dalam Islam Aktual: Refleksi Sosial Seorang Cendikiawan Muslim menyebutkan terdapat enam etika komunikasi dalam Islam. Pertama, qawlan sadidan (perkataan yang benar, lurus, jujur). Kedua, qawlan baligha (efektif, tepat sasaran). Ketiga, qawlan karimah (perkataan yang mulia). Keempat, qawlan ma’rufan (perkataan yang baik, pantas). Kelima, qawlan layyina (perkataan lemah lembut). Keenam, qawlan maisura (mudah diterima).
Keenam etika komunikasi dalam Islam yang dijelaskan oleh Jalaluddin Rakhmat tersebut bisa diterapkan dalam komunikasi nonverbal (selain kata-kata). Sebab setiap kegiatan komunikasi verbal maka komunikasi nonverbal pasti akan mengikutinya. Namun, sebaliknya setiap orang berkomunikasi nonverbal komunikasi verbal belum tentu mengikuti. Sebab komunikasi verbal pasti disampaikan dengan cara nonverbal, seperti nada bicara, tempo suara, ekspresi wajah, dan sebagainya. Maka dari itu salah satu etika komunikasi dalam Islam adalah “Qawlan layyina” (perkataan lemah lembut). Adapun salah satu bentuk etika komunikasi nonvervbal yang tidak berbarengan dengan komunikasi verbal dalam Islam ialah tersenyum, bahkan tersenyum dalam Islam bernilai sedekah. Seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi “Senyummu di hadapan saudaramu adalah (bernilai) sedekah bagimu”
———— *** ————-