33 C
Sidoarjo
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Manusia Merdeka


Oleh :
Ahmad Zainul Hamdi
Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam pada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag RI. Penulis juga Guru Besar di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya

“Freedom is thus a condition of goodness/ Kemerdekaan adalah sebuah syarat bagi kebaikan”
-Muhammad Iqbal-

Banyak orang yang mempertanyakan arti kemerdekaan. Pertanyaan-pertanyaan itu bisa dalam perwujudan dari kritisisme atas situasi kehidupan sosial-politik, sampai pada pertanyaan yang sangat filosofis.

Pertanyaan dalam kategori pertama, misalnya, muncul seperti ini: “Apakah kita sungguh-sungguh telah merdeka?” Pertanyaan kategori kedua bisa berwujud seperti ini: “Apa makna kemerdekaan?;

Apakah manusia bertindak secara merdeka ataukah setiap tindakannya hanyalah hasil dari berbagai kekuatan di luar dirinya, di mana manusia tak lebih dari sekadar mesin?”

Di dalam buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, Muhammad Iqbal, seorang intelektual Muslim dari Pakistan, mendiskusikan kebebasan atau kemerdekaan manusia melalui kisah Adam di dalam Al-Qur’an.

Iqbal memiliki cara pandang menarik tentang kisah ini. Tidak seperti penjelasan Biblikal bahwa “kejatuhan Adam” adalah sebuah hukuman sebagai akibat dari dosa makan buah pohon keabadian, Iqbal justru memaknai ini sebagai transformasi diri kemanusian. Jika dunia dipandang sebagai penjaraan abadi manusia karena “dosa pertama” ini, Iqbal sebaliknya, memaknai dunia sebagai ladang bagi kreativitas manusia merdeka.

Menurut Iqbal, kisah Adam adalah kisah transformasi manusia dari “makhluk-alam” ke “makhluk-budaya”. Kisah ini memberi pelajaran moral tentang transformasi kemanusiaan dari dorongan primitif yang sepenuhnya bergantung pada kekuatan alam ke arah kesadaran diri melalui keinsafan kreatif atas alam yang mengelilinginya.

Berita Terkait :  Berantas Importasi Ilegal Demi Cegah PHK Massal

Di tahap kesadaran primitif, alam tidak diinsafi manusia sebagai sebuah tantangan yang harus dieksplorasi untuk kebaikan hidupnya. Manusia di tingkat kesadaran ini adalah manusia yang tidak tersengat oleh hasrat dan keinginannya. Dia adalah makhluk yang sepenuhnya tidak berbeda dengan alam fisik yang mengitarinya. Dia akan makan jika ada makanan yang disediakan alam. Dia juga akan musnah ketika alam hadir kepadanya dalam bentuk bencana.

“Kejatuhan Adam” adalah menandai kelahiran manusia yang berbudaya. Yaitu, manusia yang menyadari dirinya dan lingkungannya dan bertindak secara kreatif terhadap lingkungannya. Iqbal membahasakannya dengan sangat indah, “It’s man’s transition from simple consciousness to the first flash of self-consciousness, kind of waking from the dream of nature with a throb of personal causality in one’s own being.” (Kisah Adam adalah kisah tentang transisi kesadaran sederhana manusia kepada kilatan awal kesadaran dirinya, semacam terbangun dari mimpi alam karena denyutan kausalitas personal di dalam dirinya).

Alih-alih tentang kejatuhan manusia, kisah Adam justru menunjukkan pada munculnya manusia yang memiliki kesadaran atas diri yang merdeka dari kondisi primitif yang sepenuhnya didorong oleh kehendak instingtif. Manusia seperti ini adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk meragukan dan bahkan ketidakpatuhan.

Ketidakpatuhan di sini menandai pilihan bebas sebagai kapasitas yang dimiliki manusia. Mengapa manusia perlu memiliki kondisi merdeka untuk taat atau membangkang? Jawabannya adalah karena kebaikan moral bukan tentang keterpaksaan.

Berita Terkait :  Para Guru, Bersatulah!

Apa yang dinilai sebagai baik secara moral adalah ketika seseorang memiliki kebebasan untuk melakukan kebaikan atau kejahatan, tapi dia secara bebas memilih melakukan kebaikan. Tindakan manusia tidak bisa dinilai secara moral apabila dia tidak memiliki kemerdekaan untuk menentukan tindakannya. Prinsip ini sangat penting dalam membuat penilaian moral.

Itulah mengapa seseorang yang menjadi korban perkosaan tidak bisa disamakan dengan pelaku perkosaan. Jika pelaku perkosaan harus dikenai penilaian moral karena dia melakukan perbuatannya dalam keadaan bebas, korban perkosaan tidak memiliki kebebasan.

Cara pandang seperti ini bisa diberlakukan pada segala tindakan di luar contoh ini. Intinya, kemerdekaan adalah prasyarat bagi sebuah tindakan moral. Sebaik apapun mesin dalam melakukan sebuah pekerjaan, dia tidak memiliki nilai moral dalam dirinya.

Manusia merdekalah yang memiliki kapasitas sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Karena, hanya manusia merdeka yang tidak hilang dalam rimba alam. Dia diletakkan Tuhan di tengah alam dan melakukan tindakan kreatif atas alam.

Dalam puisinya berjudul “Tuhan Manusia”, Iqbal menulis:

Kau menciptakan malam, aku menciptakan lampu yang meneranginya
Kau buat lempung, kubikin darinya cawan minuman
Kaubikin hutan, gunung dan padang rumputan
Kucipta kebun, taman, jalan-jalan dan padang gembala
Kuubah racun berbisa menjadi minuman segar
Akulah yang mencipta cermin cerlang dari pasir

Dalam kajian filsafat moral, kebebasan selalu berkaitan dengan otonomi dan tanggung jawab. Secara sederhana, otonomi adalah sebuah kapasitas seseorang untuk menjadi dirinya sendiri, untuk hidup sesuai dengan kehendaknya, bukan karena dipaksa oleh kekuatan di luar dirinya. Intinya, otonomi terkait dengan kebebasan seseorang untuk menentukan dirinya dan hidupnya. Karena manusia merdeka adalah dia yang bebas menentukan tindakannya, maka ia selalu dibebani tanggung jawab atas pilihan-pilihan tindakannya. Tidak ada tindakan bebas yang lolos dari tuntutan pertanggungjawaban. Tindakan yang dilakukan secara terpaksa, atau dijalankan tanpa kemerdekaan, tidak bisa dituntut pertanggungjawaban. Kemerdekaan selalu mengandaikan di dalam dirinya adalah kesadaran secara penuh atas pilihannya. Itulah mengapa tindakan anak kecil atau individu-individu yang tidak memiliki kesadaran atau kemerdekaan penuh atas pilihannya untuk bertindak, tidak bisa dituntut pertanggunjawaban. Prinsip kemerdekaan ini menyadarkan kepada kita bahwa kemerdekaan tidak bisa hanya dimaknai secara sepihak sebagai bebas melakukan apa saja. Bebas melakukan apa saja hanya kondisi yang dibutuhkan bagi sebuah tindakan moral. Pada akhirnya, tindakan itu sendiri tidak bisa luput dari penilaian moral dan pertanggung jawaban. Seseorang tidak bisa mengatakan semau-maunya dengan dalih karena dia memiliki kemerdekaan untuk berpendapat. Sebuah pendapat memiliki nilai karena ia disuarakan oleh manusia merdeka. Namun, seseorang bisa dimintai pertanggungjaban atas pendapatnya. Kemerdekaan untuk bertindak sesuai pilihannya tidak berarti seseorang bisa melakukan apa saja. Jika kemerdekaan berarti bebas melakukan apa saja, maka tidak ada perbedaan orang yang membangun dan orang yang merusak. ============= Baca artikel terkait PERSPEKTIF atau tulisan lainnya dari Ahmad Inung

Berita Terkait :  Kritisi PON XXI Meluas

Sumber: https://arina.id/perspektif/ar-NlmSf/manusia-merdeka

———– *** ————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img