Pansus Haji DPR-RI, sedang menyisir berbagai wan-prestasi, yang selama ini dianggap “takdir.” Seluruh ke-tidak nyaman-an yang dialami jamaah haji, lazim dianggap sebagai takdir. Bahkan di-paradigma bagai potret perilaku jamaah haji selama ini. Keterlambatan ransum makan, dan keterlambatan jemputan bus ke Armuzna (Arofah – Muzdalifah – Mina) juga dianggap takdir. Begitu pula layanan standar “minimalis” selama di Arofah, dan Mina, juga takdir.
Pada musim haji, kawasan Mina disesaki 3 juta-an jamaah seluruh dunia. Tingkat kepadatan hanya 0,4 meter persegi per-orang, menjadi area terpadat di dunia. Suasana penginapan berupa tenda (berukuran 15×15 meter persegi) berisi 370-an orang. Ditambah keparahan sanitasi. Satu kamar toilet, setiap saat diantre 8 orang. Tempat pembuangan sampah berdekatan dengan tenda, menambah ke-tidak nyaman-an. Sering pula dikeluhkan AC mati. Juga kamar toilet mampat.
Padahal jamaah haji Indonesia telah membayar mahal ongkos haji, layak memperoleh layanan standar VIP. Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BiPIH) paling tinggi, dibayarkan jamaah dari embarkasi Surabaya, senilai rata-rata Rp 93,4 juta. Belum termasuk biaya bimbingan dan manasik yang dipungut oleh KBIHU. Bersyukur terdapat subsidi subsidi sebesar 40% yang diambul dari “Dana Abadi Haji,” yang dikumpulkan berpuluh tahun, sejak dekade 1960-an.
Harus diakui, terdapat pula berbagai perbaikan layanan haji telah dilaksanakan pemerintah RI, dan Kerajaan Arab Saudi. Termasuk “murur,” (sekadar lewat di Muzdalifah, tidak menginap) langsung menuju Mina. Ada pula pilot project fast track dilaksanakan pada tiga bandara (Soekarno- Hatta, bandara Adi Sumarmo, dan bandara Juanda). Niscaya mempermudah urusan, terutama berkait bahasa. Karena 99% JCH Indonesia tidak mengerti bahasa Arab. Serta baru pertama kali pengalaman naik pesawat.
Peningkatan layanan oleh pemerintah RI, antara lain berupa penambahan “relawan” yang disebut sebagai Petugas Haji Daerah (PHD). Secara administratif ke-haji-an, PHD bagai memiliki “dua mata pisau.” Yakni, membantu petugas kloter. Sekaligus memenuhi kuota porsi haji. PHD memiliki dua jalur rekrutmen. Yakni, berbasis usulan ormas, dan KBIHU (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh). Tidak mudah menjadi PHD, khususnya dari jalur usulan ormas. Karena harus melalui ujian tertulis Serta diterbitkan Surat Tugas oleh Kanwil Kemenag Provinsi.
Puncaknya, nama-nama seluruh PHD Indonesia (sebanyak 1.497 orang) disahkan dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 316 Tahun 2024 Tentang Petugas Haji Daerah Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi. Ditandatangani Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, pada 13 Maret 2024. Pada diktum ketiga dari Memutuskan, dinyatakan, PHD diberikan hak mendapat uang harian dan transportasi mendapat fasilitas lainnya. Realitanya, PHD tidak memperoleh uang harian, dan fasilitas lain.
Tentang pelunasan biaya haji oleh PHD secara mandiri, sebenarnya masih debatable. Karena terdapat Keputusan (Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh) Nomor 132 Tahun 2024 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji Bagi Petugas Haji Daerah Tahun 1445 H/2024 M. Dalam Lampiran, Bab II angka ke-3, dinyatakan, “Pemerintah Daerah melakukan pelunasan BiPIH PHD berdasarkan jumlah PHD yang ditetapkan oleh Menteri setelah lolos seleksi dan mengikuti bimbingan teknis.”
Diulang lagi pada Bab III huruf A angka ke-1, dinyatakan, “Pemerintah Daerah melakukan pembayaran pelunasan setoran Bipih berdasar jumlah PHD yang telah lulus seleksi yang akan mengikuti Bimbingan Teknis, dan ditetapkan Menteri.” Tetapi realitanya, seluruh PHD melunasi BiPIH dari kantong masing-masing. Menteri Agama, patut mencegah potensi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan bisa mengalir kearah Tipikor (Tindak Pidana Korupsi).
——— 000 ———