26 C
Sidoarjo
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Awasi Beras dan Cabai

Panen raya padi (bulan April dan Mei) belum lama berlalu, tetapi harga beras mulai merambat naik dalam dua bulan terakhir. Pertanda persediaan beras di lumbung desa sudah menyusut. Pemerintah wajib melakukan segala-galanya untuk mencegah inflasi sektor pangan. Terutama harga beras. Antara lain dengan melepas Beras Cadangan Pemerintah (BCP). Serta menggelontor beras impor memenuhi pasar. Harga beras tidak boleh “memeras” perekonomian masyarakat, karena menjadi bahan pangan utama.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, terjadi inflasi pada komoditas beras sebesar 0,94% secara bulanan atau month to month (MtM) pada Juli 2024. Komoditas beras mengalami mengalami inflasi pada dua bulan terakhir. Sebenarnya siklus yang wajar, karena produksi beras berkurang setelah masa puncak panen raya. Berdasar catatan Neraca Produksi Beras Nasional (NPBN) produksi beras pada Januari hingga Juli 2024 mengalami penurunan, sampai 2,47 juta ton.

Produksi panen raya, ditambah panen tambahan bulanan, hingga Juli diperkirakan sebanyak 18,64 juta ton. Pada periode yang sama tahun (2023) lalu mencapai 21,11 juta ton. Tetapi masih surplus, karena konsumsi beras nasional Januari – Juli 2024, sebanyak 18 juta ton. Surplus tipis (0,64 juta ton) tergolong rawan. Dibanding periode yang sama tahun lalu surplus beras nasional sebesar 3,29 juta ton. Niscaya pemerintah akan mengimpor beras lagi.

Tidak perlu menutupi realita kekurangan stok beras. Serta segera melakukan operasi pasar untuk menjinakkan harga beras. Pemerintah bisa dianggap abai manakala tidak segera menggelontor beras. Menipisnya stok beras, nyaris tidak terduga. Karena tidak terdapat informasi paceklik. Juga tidak terdapat bencana alam pada sentra beras di Jawa. Sehingga kenaikan harga beras saat ini, sesuai rumus dagang, suplai and demand.

Berita Terkait :  Jaga Marwah Parlemen

Berdasarkan data dari Panel Harga Bapanas (Minggu, 4 Agustus), harga beras premium naik tipis 1,42% (setara Rp 220,-) menjadi Rp15.750 per-kilogram. Beras medium juga naik tipis 0,44% (Rp 60,-) menjadi Rp13.610 per-kilogram. Kenaikan juga tercatat pada beras SPHP (stabilitas pasokan dan harga pangan) milik Bulog juga naik tipis 0,64% (setara Rp 80,-) menjadi Rp12.660 per-kilogram.

Belanja rumahtangga juga bergejolak karena harga cabai rawit merah semakin “pedas,” mencapai Rp 90 ribu per-kilogram. Walau sebenarnya musim kemarau bisa menjadi “berkah” pada beberapa komoditas tanam. Misalnya, tembakau, buah, dan cabai, akan memperoleh panen terbaik. Sebagian memerlukan tindakan tambahan (ekstra), termasuk cabai. Terutama pengadaan air. Di berbagai petak lahan nampak sumur baru yang digali petani. Serta uluran selang saluran air.

Kebutuhan cabai nasional ditaksir sebanyak satu juta ton per-tahun! Sedangkan hasil panen cabai sekitar 1,2 juta ton. Pulau Jawa, terutama Jawa barat dan Jawa Timur, menyumbang pasokan terbesar. Maka mestinya, tidak terjadi kelangkaan. Bahkan masih bisa ekspor. Dibutuhkan campur tangan pemerintah melindungi perekonomian efek belanja rumah tangga, sesuai mandat UU (undang-undang). Terutama tercantum dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.

Pemerintah juga memiliki mandatory UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan. Pada pasal 25 ayat (1), menyatakan, “Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengendalikan ketersediaan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau.”

Berita Terkait :  Berantas Beking Judol

Biaya ke-pertani-an yang mahal menjadikan harga cabai turut terdongkrak. Cabai sudah sering menjadi komponen pangan bergejolak (volatile food), sampai perbincangan di istana negara. Harga bisa tiba-tiba naik, dan tiba-tiba pula anjlok.

——— 000 ———

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img