27 C
Sidoarjo
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Penegakan Hukum di Era Media Sosial

Oleh :
Muhammad Ali Murtadlo
Dosen Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Di era digital ini, media sosial telah menjadi platform utama bagi masyarakat untuk berbagi informasi, mengekspresikan pendapat, dan menyuarakan ketidakadilan. Fenomena ini menciptakan dinamika baru dalam penegakan hukum yang sering kali diringkas dalam satu frasa: “No Viral, No Justice.”Apa yang dimaksud dengan “No Viral, No Justice”?Bagaimana dampak media sosial terhadap penegakan hukum di Indonesia?Dan apakah fenomena ini benar-benar efektif dalam memberikan keadilan?

Media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram, dan TikTok memiliki kekuatan besar dalam menyebarkan informasi secara cepat dan luas.Dengan hanya beberapa klik, sebuah video atau postingan bisa dilihat oleh jutaan orang dalam hitungan jam.Kecepatan dan jangkauan ini menjadikan media sosial sebagai alat yang efektif untuk menarik perhatian publik dan, dalam banyak kasus, menekan pihak berwenang untuk bertindak.

Kasus Vina Garut adalah contoh nyata di mana viralitas memaksa sistem hukum untuk bertindak.Sebelum kasus ini viral, korban mungkin tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari penegak hukum.Namun, setelah perbincangan mengenai kasus tersebut menyebar luas di media sosial, tekanan publik memaksa pihak berwenang untuk mengambil tindakan yang cepat dan tegas.Ini menunjukkan bahwa media sosial dapat berfungsi sebagai mekanisme pengawasan yang memaksa sistem hukum untuk lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Dampak Positif dan Negatifnya
Fenomena “No Viral, No Justice” memiliki beberapa dampak positif.Kecepatan penyebaran informasi di media sosial dapat mempercepat proses penegakan hukum. Sebuah kasus yang mungkin diabaikan oleh pihak berwenang atau berjalan lambat di sistem peradilan bisa mendapatkan perhatian nasional dan diproses lebih cepat berkat tekanan publik.

Berita Terkait :  Belajar Kemanusiaan dari Paus

Selain itu, media sosial memberikan suara kepada mereka yang mungkin tidak memiliki akses ke platform tradisional untuk menyuarakan ketidakadilan.Korban kejahatan atau ketidakadilan yang sebelumnya tidak terdengar kini memiliki alat untuk mengumpulkan dukungan dan mengadvokasi kasus mereka.

Namun, fenomena ini juga memiliki sisi gelap.Misalnya, tidak semua kasus yang viral benar-benar mencerminkan seluruh kebenaran.Kadang-kadang, informasi yang beredar di media sosial bisa menyesatkan atau tidak lengkap, yang bisa menyebabkan tekanan publik yang tidak berdasar pada pihak berwenang.

Dampak negatif lainnya adalah tekanan publik yang besar dapat menyebabkan tindakan terburu-buru dari pihak berwenang yang hanya bertujuan untuk meredakan kemarahan masyarakat, bukan mencari keadilan sejati.Hal ini bisa mengarah pada keputusan yang tidak adil atau bahkan melanggar hak asasi manusia dari pihak yang dituduh.

Selain itu, ada risiko bahwa kasus-kasus yang tidak viral akan diabaikan. Ini menciptakan ketidakadilan baru di mana keadilan hanya diberikan kepada mereka yang mampu membuat kasus mereka viral, sementara mereka yang tidak memiliki akses atau kemampuan untuk membuat kasus mereka terkenal tetap terabaikan.

Menyeimbangkan Peran Media Sosial dan Sistem Hukum
Lalu, bagaimana kita bisa menyeimbangkan peran media sosial dan sistem hukum untuk memastikan keadilan yang sejati?Pihak berwenang harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip hukum dan keadilan, terlepas dari tekanan publik. Proses hukum yang adil dan transparan harus dijaga agar tidak terdistorsi oleh tekanan viral.

Berita Terkait :  Mewaspadai Bahaya Obesitas Kabinet Baru

Masyarakat juga harus lebih kritis dalam menyikapi informasi yang beredar di media sosial.Verifikasi informasi sebelum menyebarkan dan menilai kasus secara menyeluruh sebelum membuat kesimpulan adalah langkah penting untuk mencegah penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan.

Cara lainnya adalah dengan menggunakan media sosial sebagai alat untuk mendukung proses hukum, bukan menggantikan atau mendistorsinya. Dukungan publik bisa membantu mempercepat penegakan hukum, tetapi harus tetap dalam koridor hukum dan tidak merugikan prinsip keadilan.

Selain itu, fenomena “no viral, no justice” menandakan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk reformasi dalam sistem hukum.Penegak hukum harus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas mereka untuk memastikan bahwa semua kasus mendapatkan perhatian yang layak, tanpa bergantung pada viralitas di media sosial.Sistem hukum harus lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat, menggunakan media sosial sebagai alat untuk mendengar dan menanggapi keluhan publik.

Selain itu, pendidikan hukum harus diperkuat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak-hak mereka dan cara-cara untuk memperjuangkan keadilan.Media sosial dapat digunakan sebagai alat untuk mendidik masyarakat tentang sistem hukum dan cara-cara untuk menuntut keadilan.

Fenomena “No Viral, No Justice”ini mencerminkan kekuatan media sosial dalam mempengaruhi penegakan hukum di era digital.Meskipun memiliki potensi untuk mempercepat keadilan dan memberikan suara kepada yang tidak terdengar, fenomena ini juga membawa risiko distorsi keadilan dan keputusan terburu-buru.Untuk mencapai keadilan yang sejati, penting bagi kita untuk menyeimbangkan kekuatan media sosial dengan prinsip-prinsip hukum yang adil dan transparan. Masyarakat dan pihak berwenang harus bekerja sama untuk memastikan bahwa keadilan tidak hanya diberikan kepada mereka yang viral, tetapi kepada semua orang yang membutuhkannya.

Berita Terkait :  Darurat Kekerasan pada Perempuan dan Anak, Kok Bisa?

———— *** ————-

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img