28 C
Sidoarjo
Sunday, October 6, 2024
spot_img

Tantangan Membangun ‘Keluarga Cemara’

Refleksi Hari Keluarga

Oleh :
Erinda Dwimagistri Sukmana
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Sesuai dengan Keputusan Presiden (Kepres) Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2014, bahwa tanggal 29 Juni ditetapkan sebagai Hari Keluarga Nasional. Peringatan hari keluarga ini menjadi momentum yang penting bagi kita semua untuk untuk memperkuat peran dan fungsi keluarga. Menurut Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, ditegaskan bahwa keluarga merupakan unit terkecil di dalam Masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri, dan anak, atau ayah dan anaknya, dan/atau ibu dan anaknya. Sedangkan menurut Santrock, (2012) keluarga merupakan suatu konstelasi (kumpulan orang yang berhubungan) sebagai subsistem yang tersusun atas bagian-bagian yang berkaitan, berinteraksi, dan juga saling memiliki timbal balik.

Membentuk keluarga yang optimal akan membawa keluarga tersebut pada peluang melahirkan generasi penerus yang berkualitas. Untuk membentuk sebuah keluarga yang sejahtera dan harmonis, tentunya memerlukan upaya dari semua orang yang menjadi anggota keluarga tersebut. Terutama individu-individu yang baru saja membentuk suatu keluarga. Individu yang baru saja menjadi orang tua misalnya, seringkali didahapkan oleh ketidakseimbangan dan harus beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluarga. Misalnya seperti orang tua ingin mempertahankan kelekatan dengan anaknya, namun disatu sisi mereka juga ingin mempertahankan kelekatan yang kuat dengan pasangan teman, atau bahkan ingin meneruskan karir mereka (Santrock, 2012). Maka penting terutama bagi para orang tua untuk memahami terkait apa peran dan fungsi keluarga, karena penentu keberhasilan dari peran dan fungsi keluarga ada pada orang tua.

Berita Terkait :  Antisipasi Kerawanan dalam Pilkada Serentak 2024

Berbicara tentang peran keluarga, Herawati (2017) menjelaskan bahwa paling tidak terdapat delapan fungsi keluarga, yakni:

Pertama, funsgi keagamanaan. Keluarga merupakan lingkungan pertama untuk menanamkan nilai keagamaan dan pemberian identitas kepada anak untuk membentuk menjadi mansuai yang berakhlak baik dan bertaqwa. Nilai-nilai yang diajarkan keluarga mengenai keagamaan meliputi niali keimanan, ketaqwaan, kejujuran, displin, sopan santun, tenggang rasa, dan kasih sayang.

Kedua, fungsi sosial budaya. Fungsi ini memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mengembangkan budaya bangsa yang sangat beraneka ragam. Nilai dasar yang harus ditanamkan seperti saling menghargai, toleransi, rukun dan kebersamaan, gotong-royong, dan cinta tanah air.

Ketiga, fungsi cinta kasih. Keluarga merupakan tempat mewujudkan nilai cinta kasih. Keluarga harus menanamkan nilai kasih sayang, rasa aman, dan memberikan perhatian kepada setiap anggota keluarga.

Keempat, fungsih fungsi perlindungan. Teori hirarki kebutuhan Maslow menjelaskan bahwa manusia memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi salah satunya ada kebutuhan rasa aman. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, keluarga harus menjadi tempat berlindung bagi seluruh anggotanya, sehingga membentuk rasa aman dan hangat.

Kelima, fungsi reproduksi. Maksud dari fungsi ini ialah kelaurga menjadi pengatur reproduksi keturunan yang sehat dan melahirkan generasi penerus yang berkualitas. Keluarga menjadi tempat untuk anggota-anggotanya mendapatkan informasi mengenai seksualitas.

Keenam, fungsi sosialisasi dan pendidikan. Keluarga menjadi tempat anggota-anggotanya mengembangkan interaksi dan bersosialisasi dengan baik.

Berita Terkait :  Dorong Pembentukan Regulasi tentang Artificial Intelligence

Ketujuh, funsgi ekonomi. Keluarga merupakan tempat untuk memnina serta menanamkan nilai yang berkaitan dengan keuangan untuk memenuhi kebutuhan hidup sepeti memperoleh makanan, tempat tinggal pakaian dan kebutuhan lainnya.

Kedelapan, fungsi pembinaan lingkungan. Keluarga memiliki peran dalam membina dan mengelola kehidpn dengan memelihara lingkunga sekitarnya. Lingkungan ini termasuk lingkungan isik dan sosial. Keluarga harus mengenal bagimana lingkungan mereka.

Dewasa ini, upaya membangun keluarga utuh dan kuat menghadapi tantangan yang cukup berat. Banyak sekali kasus-kasus menimpa keluarga yang terjadi di Indonesia yang mengakibatkan hancurnya keluarga hingga berujung pada perceraian. Misalnya, dilansir dari Dataindonesia.id, pada tahun 2016 sampai dengan tahun 2023 angkat perceraian terjadi paling banyak di tahun 2022 dengan 516.344 kasus. Dilansir dari databoks angka perceraian di Indonesia pada tahun 2022 paling banyak disebabkan oleh perselilisan dan pertengkaran, dimana jumlahnya mecapai 284.169 kasus, kemudian diikuti oleh faktor ekonomi dengan 110.939 kasus. Hasil penelitian dari Nugraha et al., (2020) juga menjelakan faktor lain dalam perceraian adalah adanya perselingkuhan. Alasannya karena kurangnya waktu untuk keluarga, komunikiasi, sosial media, dan ekonomi.

Lalu apa dampak perceraian pada keluarga, terutama pada anak? Perceraian tidak hanya berdampak kepada emosional pasangan, namun juga pada anak. Dampak kepada anak bisa lebih berat dibandingkan dampak pada pasangan. Adanya perasaan marah, sedih, cemas dan takut merupakan reaksi yang dirasakan oleh kebanyakan anak dengan orang tua bercerai. Anak dihadapkan dengan dilema dan juga permasalah secara psikologis yang tentunya dapat mempengaruhi hal lainnya seperti terhambatnya kebutuhan anak, kesulitan dalam penyesuaian dan mengelola diri, juga mengalami kesulitan dalam belajar (Faizal Alpiansyah & Nabil Bayhaqy, 2023). Kemudian contoh kasus lainnya ialah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dilansir dari databoks dan dataindonesia.id, terungkap bahwa perempuan dan anak sering kali menjadi korban kekerasan. Pada tahun 2022 terdapat 5.526 kasus KDRT dan pada tahun 2023 terdapat 16.853 kasus anak yang menjadi korban kekerasan. 8.838 kasus diantaranya merupakan kasus kekerasan seksual.

Berita Terkait :  Dukung Peningkatan Literasi Digital Guna Hapus Skill Gap

Keluarga merupakan fondasi sebuah bangsa, artinya bahwa bangsa yang kuat adalah bangsa yang di dalamnya ditopang oleh keluarga yang kuat. Generasi muda yang hebat sebagai generasi penerus bangsa lahir dan berasal dari keluarga-keluarga yang kuat dan harmonus. Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk tumbuh kembang dan belajar kehidupan. Memahami kehidupan keluarga yang harmonis mungkin kita dapat belajar dan bercermin kepada sosok “Keluarga Cemara” dalam cerita film “Keluarga Cemara”. Sosok Keluarga Cemara merupakan keluarga yang bersahaja, penuh kehangatan, penuh cinta kasih, keakaban, saling menghargai dan membantu, serta ditandai oleh komunikasi yang penuh empati. Mari kita berkomitmen untuk membangun keluarga yang harmonis seperti sosok “Keluarga Cemara”

——– *** ———

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img