Plt Sekjen MPR Siti Fauziah (tengah) seusai rapat pimpinan MPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2024).
Jakarta, Bhirawa.
MPR RI buka suara terkait putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI yang menyatakan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) terbukti melanggar kode etik terkait pernyataan amendemen UUD 1945. MPR menilai putusan MKD tidak memenuhi ketentuan prosedural.
“Putusan MKD tidak memenuhi ketentuan prosedural karena, satu, proses persidangan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat 1 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang tata cara beracara Mahkamah Kehormatan,” kata Plt Sekjen MPR Siti Fauziah seusai rapat pimpinan MPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2024).
“Dan pengambilan putusan MKD tidak memenuhi prosedur sebagaimana ketentuan Pasal 24 ayat 5 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang tata cara beracara Mahkamah Kehormatan,” sambungnya.
Selain itu, Siti menilai putusan MKD tidak memenuhi unsur materiil. Hal itu, menurut dia, lantaran MKD memproses pengaduan tidak sesuai dengan kewenangannya.
“Karena kapasitas Teradu dalam status kedudukan sebagai pimpinan atau Ketua MPR yang mempunyai tugas sebagai juru bicara MPR sesuai dengan ketentuan Pasal 16 Undang-Undang MD3 dalam kegiatannya adalah silaturahmi kebangsaan MPR RI pada tanggal 5 Juni 2024 dan bertempat di ruang rapat pimpinan MPR RI,” jelasnya.
Kemudian, Siti menjelaskan, sesuai dengan Pasal 10 UU MD3 juncto Pasal 57 UU MD3, Bamsoet merupakan anggota MPR yang memiliki hak imunitas. Siti menuturkan pihaknya akan segera berkomunikasi dengan pimpinan DPR.
“Dalam rangka mendudukkan putusan MKD secara proporsional dalam kaitan hubungan antarkelembagaan,” ucapnya.
Kemudian, Siti menuturkan prosedur penegakan kode etik MPR secara internal pun telah memiliki aturannya sendiri. Di mana hal itu diatur dalam Pasal 6 juncto Pasal 7 Keputusan MPR RI Nomor 2 Tahun 2010 tentang Peraturan Kode Etik MPR RI.
“Jadi sekiranya ada pelanggaran kode etik prosedur penegakannya menggunakan kode etik MPR, bukan kode etik dari DPR atau lembaga lainnya,” tuturnya. (ira.hel)