Pemprov Jatim, Bhirawa.
Permasalahan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) semakin marak, sehingga Pemprov Jatim melalui Dinas Sosial (Dinsos) Jatim menginisiasi Rapat Koordinasi (Rakor) Penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dengan melibatkan lintas sektor. Hal ini sesuai dengan arahan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa untuk rembug nyekrup serta IKI (Inisiatif, Kolaborasi, dan Inovasi) dalam menyukseskan program pembangunan.
Sejumlah pihak yang diundang dalam rakor ini ialah perwakilan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jatim, Direktur Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya, Kejaksaan Tinggi Jatim, Pengadilan Tinggi Jatim, Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim yang dalam hal ini diwakili Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA), Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Blitar, dan Unicef Jatim.
Hadir pula, Kepala UPT Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Marsudi Putra Surabaya (PRSMP) Surabaya Dinsos Jatim, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim, Kepala UPT Perlindungan dan Pelayanan Sosial Petirahan Anak (PPSPA) Batu Dinsos Jatim, Kepala UPT Rehabilitasi Sosial Bina Karya Wanita (RSBKW) Kediri Dinsos Jatim, dan Yayasan Plato Surabaya.
Kepala Dinsos Jatim Dra Restu Novi Widiani MM yang memimpin rakor ini menjelaskan, Dinsos Jatim memiliki satu UPT yang menangani ABH, yakni UPT PRSMP Surabaya. Namun, UPT tersebut hanya memiliki daya tampung sebanyak 30 anak. Sementara permintaan untuk menitipkan ABH cenderung bertambah. Jumlah ABH yang dilayani UPT PRSMP Surabaya sepanjang tahun 2023 berjumlah 103 anak.
“Saat ini kami menangani 30 ABH di UPT PRSMP, dan sudah ada 11 ABH yang masuk dalam daftar tunggu untuk masuk ke UPT kami. Pertemuan ini bertujuan untuk mencari solusi bersama untuk menangani ABH secara bersama-sama, sehingga tidak hanya tanggung jawab Dinsos saja,” katanya, didampingi Sekretaris Dinsos Jatim Yusmanu SST.
Novi berharap pertemuan ini dapat menghasilkan desain penanganan ABH secara terpadu. Namun, tak cukup hanya sekadar menampung dan menangani, melainkan juga memberikan pelayanan dan perlindungan ABH yang ramah anak.
Orang nomor satu di Dinsos Jatim itu juga mengatakan, ini merupakan implementasi dari Satuan Tugas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak (Satgas PMPA). Satgas yang telah dikukuhkan Gubernur Khofifah pada November 2022 lalu ini terdiri dari empat bidang, yakni Bidang Pencegahan yang dikoordinir Kepala Dinas Pendidikan Jatim, Bidang Penanganan yang dikoordinir oleh Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Jatim, Bidang Pemulihan yang dikoordinir oleh Kepala Dinsos Jatim, serta Bidang Pemberdayaan yang dikoordinir Kepala Dinas Koperasi dan UKM. “Melalui pertemuan ini mari kita samakan persepsi dalam penanganan ABH, terutama dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Semua yang kita lakukan prioritasnya ialah perlindungan anak,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Perlindungan dan Tumbuh Kembang Anak DP3AK Provinsi Jatim Nanang Abu Hamid mengatakan, DP3AK memiliki UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) yang di dalamnya terdapat rumah aman. Namun, UPT tersebut hanya melayani korban, sehingga tidak bisa menampung ABH yang notabene sebagai pelaku.
Kepala Unit PPA Polda Jatim Kompol Dinik Suciawati mengatakan, pihaknya menangani kasus kriminal yang melibatkan anak. Selama proses penyidikan, dia menitipkan ABH kepada UPT PRSMP Surabaya. Hal ini karena dari hasil penjajakan pada Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) se-Jatim, tidak ada yang dapat menangani ABH seperti halnya UPT PRSMP Surabaya. “Karena itu, saya mohon untuk menampung ABH dari kami,” pintanya.
Sementara itu, Pembina Yayasan Plato, Nanang Chanan mengapresiasi inisiatif Dinsos Jatim yang mengadakan rakor ini. Dia mengusulkan untuk mengaktivasi gugus tugas layak anak, kemudian diadakan pertemuan seperti ini setiap 2 hingga 3 bulan sekali untuk evaluasi. Dia juga memberi masukan untuk membuat daftar tentang LPSA dan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) yang berpotensi dapat diberdayakan untuk menampung ABH.
Masukan juga datang dari LPA Jatim yang mengusulkan adanya pelatihan untuk pendamping ABH sebagai bekal memberi pendampingan kepada ABH.
Usulan tersebut mendapat tanggapan positif dari Kepala Dinsos Jatim. Seiring dengan rencana pembukaan shelter ABH Kota Surabaya setelah direnovasi, dia mengatakan bahwa ini merupakan angin segar bagi semua pihak.
“Jika shelter di Surabaya kembali dibuka, maka ABH yang ada di UPT dan ber-KTP Surabaya bisa dipindahkan ke shelter Surabaya. Karena saat ini ada 25 ABH asal Surabaya yang kami tangani di UPT. Sedangkan untuk pelatihan untuk pendamping, kami bisa mengupayakannya, karena Dinsos Jatim memiliki UPT yang memberikan pelatihan untuk tenaga kesejahteraan sosial masyarakat atau non pegawai,” katanya.[rac.ca]