27.9 C
Sidoarjo
Monday, October 7, 2024
spot_img

Revisi UU ITE Jilid 2, Pemerintah Diharapkan Tetap Buka Ruang Kritik

Praktisi hukum dari Jombang, Beny Hendro Yulianto.
Jombang, Bhirawa
Praktisi hukum dari Jombang, Beny Hendro Yulianto buka suara soal revisi Undang-Undang (UU) Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Terkait hal ini, pemerintah diharapkan tetap membuka ruang kritik dan gagasan agar masyarakat bisa menyampaikan pemikiran gagasan, dan kritiknya.

“Karena pemikiran, gagasan, dan kritik adalah hal yang harus dihormati karena Indonesia adalah negara demokrasi,” ujar Beny Hendro Yulianto, Senin (08/01).

“Meskipun secara legalitas , dengan diberlakukannya UU ITE jilid 2 ini sudah menemui apa yang diharapkan oleh pemerintah dan DPR, tapi kalau ada ruang-ruang lain, keinginan lain, atau aspirasi lain, tentu ruang-ruang itu wajib dibuka,” ulas Beny.

Beny Hendro Yulianto menyampaikan, seperti diketahui, UU tersebut resmi mengubah sejumlah aturan yang tertuang dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 serta perubahan pertamanya, yakni UU Nomor 19 Tahun 2016.

Dikatakannya, pada UU ITE yang sebelumnya dinilai masih multitafsir, bahkan menuai kontroversi di tengah masyarakat, namun, sejumlah poin krusial dan pasal yang dinilai masih berpotensi menimbulkan multitafsir masih tercantum di UU ITE versi terbaru.

“Contohnya, pidana terhadap penyerangan kehormatan. Termasuk, pidana terhadap penyebaran berita bohong atau hoaks dan informasi menyesatkan. Jadi dengan adanya poin krusial dan pasal yang dinilai masih berpotensi menimbulkan multitafsir yang masih tercantum di UU ITE Jilid 2 ini,” bebernya lagi.

Menurut Beny Hendro Yulianto, UU ITE Jilid 2 sudah melalui proses panjang, baik di DPR maupun pemerintah.

“Salinan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 disahkan tanggal 02 Januari 2024, diundangkan tanggal 02 Januari 2024 tersebut sudah diunggah di situs resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kementerian Sekretariat Negara,” ujar Beny Hendro Yulianto yang berprofesi sebagai advokat tersebut.

Namun, sambung Beny, UU ITE Jilid 2 yang sudah resmi berlaku ini masih memerlukan peran masyarakat untuk melakukan kontrol terkait dengan kerangka hukum dan juga aspek-aspek yang sudah diatur.

“Tentu sudah ada dalam UU ITE jilid 2 tersebut, bisa dimungkinkan nanti pada peraturan-peraturan pelaksanaan dari pemerintah, itu yang perlu diperkuat,” tandas dia.

Sementara itu, Sekretaris Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jombang, Kartiyono mengatakan, sudah seharusnya revisi UU ITE Jilid 2 menjadi diskusi di ruang publik.

“Tentunya pembuat UU juga harus secara intens mengikuti arus aspirasi dari masyarakat luas,” kata Kartiyono.

Kartiyono berpendapat, di era yang serba digital dan transparan seperti saat ini, perlu adanya pengendalian agar tidak kebablasan.

“Namun demikian jangan sampai materi UU ITE ini nantinya justru menjadi blunder dan belenggu akan kebebasan berekspresi bagi masyarakat, terlebih peluang disalahgunakan oleh instrumen hukum untuk melayani penguasa,” tandas Kartiyono.

Kartiyono juga meyakini pasca setelah adanya revisi kedua, UU ITE tetap tidak akan luput dari kontroversi.

Oleh karenanya Kartiyono berharap pemerintah dan DPR harus lebih banyak lagi mendengar dan menghimpun para praktisi dan pendapat masyarakat sebagai obyek peraturan agar tidak Kontraproduktif.

“UU ITE harusnya digunakan sebagai instrumen dalam rangka mengekspolarsi gagasan dan melindungi kreatifitas anak bangsa. Bukan untuk menjebak mereka untuk agar berurusan dengan hukum,” pungkas Kartiyono.(rif.gat)

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img