Musim pancaroba, menunjukkan gejala Demam Berdarah Dengue (DBD), selalu dalam ke-luar biasa-an. Secara nasional tercatat lebih dari 56 ribu kasus DBD. Angka kematian mencapai 250 jiwa tak tertolong. Beberapa daerah tergolong endemi terbesar, khususnya Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera Selatan. Terutama anak-anak dan Lansia, yang tergolong rawan. Maka segenap masyarakat tidak boleh abai terhadap kebersihan lingkungan. Terutama 3M (Menutup, Menguras, Mengubur) plus inovasi.
Pada masa kini kampanye pencegahan DBD meliputi inovasi. Termasuk me-masal-kan tanaman anti-nyamuk (sereh, zodia, lavender, dan bunga lawang). Gerakan PSN (Pemusnahan Sarang Nyamuk) masih menjadi andalan. Artinya, partisipasi masyarakat sangat menentukan pencegahan penularan DBD. Terutama edukasi kebersihan lingkungan. Waspada, genangan air pada saat hujan tak menentu, di area permukiman selalu menjadi lokasi penetasan nyamuk aedes aegepty.
DBD tidak boleh dianggap sepele. Sepanjang tahun 2024 di Jawa Timur, misalnya, telah terdeteksi ribuan kasus. Menunjukkan tren meningkat. Di Kota Malang misalnya, ditemukan sebanyak 389 kasus, naik 100%. Begitu pula kabupaten Malang tercatat 673 kasus, naik 270% (tahun lalu 243)! Total di Jawa Timur terdapat 10 ribu kasus DBD sampai Junji 2025. Kabupaten Lamongan, juga waspada DBD. Ironisnya, Tingkat fatalitas cukup tinggi. Case Fatality Rate (CFR) sampai kematian, tercatat sebesar 0,57%.
Berdasar penjejakan BPJS Kesehatan, pembiayaan kasus DBD yang ditanggung meningkat tajam pada masa pancaroba. Jawa Timur menempati urutan pertama secara nasional untuk kasus dan pembiayaan kasus DBD. Meliputi 31.700 kasus, dengan total biaya Rp 43 milyar. Mayoritas (hampir 75%) dilakukan oleh fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL). Berarti cukup mengkhawatirkan.
Berdasar catatan Kementerian Kesehatan, terdapat kenaikan jumlah kasus DBD sampai 40% dibanding tahun 2024. Penyebab lonjakan DBD antara lain hujan yang turun berkepanjangan di luar kelaziman musim. Serta suhu yang hangat seiring perubahan musim. Banyak masyarakat yang tidur tanpa selimut. Seyogianya menggunakan lotion anti nyamuk, kelambu, dan inovasi tanaman pengusir nyamuk (lavender, serai, zodia, dan bunga lawang).
Pada saat kasus DBD makin menggejala, Dinkes (dan Puskesmas) segera siaga melakukan fogging, sesuai permintaan RT (Rukung Tetangga), dan Jumantik (Juru Pemantau Jentik). Serta perlu segera melakukan kolaborasi pemberantasan sarang nyamuk. Termasuk dengan pemeliharaan ikan cupang untuk memangsa jentik-jentik. Selain ikan agresif, di Lamongan juga digunakan tanaman serai.
DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti. Karena disebabkan virus, maka pengobatan DBD cukup efektif menggunakan vaksin, dengan keberhasilan mencapai 80,2%. Sedangkan efikasi vaksin berpengaruh dalam mencegah hospitalisasi (kebutuhan rawat inap) akibat virus dengue mencapai 90,4%. Namun hingga kini vaksin dengue belum termasuk dalam program imunisasi wajib di Indonesia. Bisa jadi karena harganya yang sangat tinggi (sekitar Rp 1 juta-an).
Namun dalam suasana ke-luar biasa-an, program vaksinasi dengue bisa digagas, terutama untuk usia milenial, dan anak-anak. Toh vaksin dengue bisa diproduksi di dalam negeri oleh BUMN (PT Bio Farma). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah mengeluarkan izin edar vaksin dengue, Kerjasama Bio Farma dengan Takeda, merek dagang Qdenga. Ironisnya, di Indonesia DBD masih menjadi endemi yang bisa menyerang dua musim sekaligus. Serta saat pancaroba.
Sebenarnya terdapat kolaborasi kalangan DPR-RI, bersama Kementerian Kesehatan. Bertujuan menuntaskan endemi DBD, sampai nol angka kematian (2030). Seyogianya dipercepat. Karena ancaman DBD selalu bagai berpacu dalam sirkuit endemi.
–——– 000 ———