Viral di media sosial (medsos) tagar boikot terhadap televisi swasta (trans7). Boikot sebagai aksi meng-hujat trans7, berkait Penolakan terhadap program Xpose Uncensored Trans7 pada Senin (13 Oktober 2025). Bahkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah memvonis bersalah program Xpose Uncensored Trans7. Sekaligus menjatuhkan sanksi penghentian. Tetapi kalangan pesantren akan melanjutkan ke Pengadilan, karena program trans7 memenuhi unsur penistaan agama. Bahkan anti agama, dan anti moralitas.
Program tayangan juga menampilkan potongan video dan gambar tentang hubungan santri dan kyai. Ironisnya, pengisi suara (perempuan) membuat narasi bernada menuduh kyai mengeruk keuntungan pribadi, memperkaya diri. Melalui amplop (berisi uang) yang diberikan santri dengan cara ngesot (berjalan lutut, sama seperti di dalam keraton). Serta pola hidup mewah kyai, dengan sarung mewah, dan mobil mewah. Narasi pengisi suara, terkesan sangat sarkasme. Sehingga sangat menyakitkan kyai dan santri.
Memberi uang kepada kyai, merupakan ibadah berdasar syari’at agama. Begitu pula santri berjalan di depan kyai (dengan cara ngesot), merupakan ajaran agama. Yakni menyangkut adab proses berlajar – mengajar, yang diajarkan dalam kitab Ta’limul Muta’allim. Kitab ini menjelaskan hubungan hierarkhis, kedudukan antara santri dengan kyai. Dijelaskan dalam kitab, santri berposisi bagai “hamba,” karena membutuhkan bimbingan kyai. Sedangkan guru (kyai) adalah “tuan,” karena kedudukannya sebagai pemberi ilmu dan menuntun santri.
Kitab Ta’limul Muta’allim, ditulis sekitar abad ke-12 Masehi (sebelum ada kerajaan Majapahit di Indonesia). Sebenarnya tidak beda dengan kaidah ke-pendidik-an pada seluruh agama-agama. Maka tidak suka (menista) posisi guru-murid, sesuai kitab Ta’limul Muta’allim, sama dengan tidak menyukai ajaran agama. Guru, selalu di-mulia-kan, juga diberikan sedekah. Tujuan ke-taat-an, dan me-mulia-kan guru, adalah membentuk adab dan moralitas.
Agama (Islam) juga mengajarkan konsep (selama proses belajar), santri selalu mencium tangan kyai, sebagai “ngalap berkah.” Yakni, mengharap ke-berkah-an dari Allah melalui kebaikan diri kyai pengasuh pesantren. Paradigma “Ngalap berkah,” bukan sekadar dilakukan oleh santri. Melainkan dilakukan pula oleh wali santri. Juga masyarakat sekitar pesantren, dan masyarakat di berbagai tempat yang dikunjungi kyai. Hubungan ke-berkah-an menjadi dasar ke-patuh-an kepada kyai pesantren.
Pada tataran sosial, mencium tangan kyai sebagai penghargaan masyarakat terhadap “prestasi” spiritual dan keilmuan kyai. Sehingga tidak suka dengan ajaran dalam kitab Ta’limul Muta’allim, berarti menolak ke-adab-an moralitas. Maka kata-kata narasi sarkasme dalam Xpose Uncensored Trans7, tidak dapat dianggap sepele. Bisa dianggap menista agama, anti-agama, dan anti moralitas. Ke-marah-an yang masif di berbagai daerah, bisa dipahami sebagai kekecewaan rakyat terhadap lembaga siaran publik.
Trans7 akan dilaporkan melanggar standar etika penyiaran, yang tercantum dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Terutama pasal 36 ayat (5), dinyatakan, “Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, ….” Sanksi terdapat dalam pasal 57 huruf d, berupa pidana penjara selama lima tahun, dan atau denda sebesar Rp 1 milyar. Bisa juga dicabut izin penyelenggaran penyiaran.
Trans7 pada tahun 2013, sudah pernah ditegur KPI berkait siaran program Khazanah. Menyatakan ziarah kubur dan tawassul sebagai musyrik. Serta mem-bid’ah-kan shalawat Nabi. KPI menutup program Khazanah. Bahkan Dewan Pers pada Pebruari 2014, menyatakan trans7, melanggar kode etik jurnalistik. Tayangannya dianggap bermuatan SARA, Provokatif, sebarkan kebencian mazhab dan berpotensi menyulut konflik horizontal.
Pada kesalahan kedua, yang lebih fatal melalui Xpose Uncensored, bisa jadi akan menghadapi vonis penutupan izin penyelenggaraan penyiaran.
——— 000 ———


