29 C
Sidoarjo
Friday, October 4, 2024
spot_img

Teladan Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW


Orientasi Visi Tunggal “Umat Sentris”

Oleh :
Yunus Supanto
Wartawan senior, penggiat dakwah sosial politik.

“Sehari seorang pemimpin yang adil lebih utama daripada beribadah 60 tahun, dan satu hukum ditegakkan di bumi akan dijumpainya lebih bersih daripada hujan 40 hari.”
(HR Thabrani, Bukhari, Muslim, dan imam Ishaq).

Moralitas pemimpin yang saleh, digaransi oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW, bakal memperoleh kenikmatan hidup di dunia dan akhirat. Garansi (yang pasti benar), dinyatakan dalam hadits shahih, yang diriwayatkan dalam 4 kitab hadits sekaligus. Beliau SAW juga memberi teladan kepemimpinan, selalu hadir dalam kehidupan umat. Terutama menghadapi periode duka, dan peceklik pangan.

Sebagai pucuk pimpinan negara sekaligus tahta suci, Nabi Muhammad SAW (Shallallahu alaihi Wasallam) kondang hanya berpikir ke-umat-an, seluruh warga negara. Tak terkecuali. Bahkan seorang pengemis buta dan lumpuh yang biasa menyebar hoax naif tentang Muhammad SAW, juga dipelihara dengan sangat baik. Suatu Ketika pengemis buta dan lumpuh, bertanya, “kemana perginya penderma terdahulu yang makanannya lebih halus dan enak, suapannya lebih sopan, tutur katanya selalu menyejukkan?”

Dijawab oleh sayyidina Abubakar r.a, (yang sedang menyuapinya) “Dia adalah Muhammad pemimpin kami, yang selalu engkau hina itu sudah wafat.” Seketika pengemis itupun menangis histeris meronta-ronta, minta ditunjuki tempat kuburan Muhammad SAW. Ia menyungkurkan diri di makam Rasulullah SAW, meminta ampunan Ilahi, tetap menangis selama beberapa hari sampai ajalnya tiba. Beruntung ia husnul khatimah.

Begitu tabiat kanjeng Nabi SAW terhadap umatnya, walau tidak segaris sepemahaman. Setiap hari ia menyuapi pengemis buta dan lumpuh itu, sekaligus selalu sabar mendengarkan propaganda permusuhan terhadap dirinya. Ia tetap tak pernah memperkenalkan diri sebagai jihan (orang agung), karena yang dilakukannya (menyuapi pengemis) dianggap sebagai kewajiban pemimpin terhadap rakyatnya. Memberikan seluruh harta, tenaga, dan waktu kepada umat hingga akhir hayat.

Berbagai karya sastra telah diterbitkan, berisi pujian moralitas Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Orang pertama yang menuliskan puisi sebagai pujian bagi kelahirannya berasal dari paman tercintanya: Abu Thalib, sebagai wali sekaligus pengasuh ketiga. Dalam keadaan nabi Muhammad SAW berstatus yatim piatu). Abu Thalib, sejak lama dikenal sebagai salah seorang penyair dan sastrawan Arab. Sastra pujian oleh Abu Tholib, juga berdasar pengalamannya selama mengasuh Nabi Muhammad SAW.

Berita Terkait :  Guru yang Baik

Termasuk bayangan pohon, dan awan yang selalu menaungi, meneduhkan. Serta tanda ke-rasulan di punggung Nabi Muhammad SAW, bagai cahaya putih (berbeda dengan warna kulit sekitarnya). Pada masa berikutnya, penulisan kisah hidup Muhammad SAW ditulis oleh ulama-ulama zaman awal (abad ke-9), serta penghimpunan sejarah hidup beliau pasca perang salib. Diantaranya yang paling masyhur adalah kitab bertajuk “Barzanji,” yang ditulis oleh imam agung Ja’far Al-Busyiri.

Manusia Paling Terpuji
Juga, terdapat kitab kitab yang paling banyak dibeli (best seller) level global, sepanjang zaman. Yakni, biografi berjudul “Maulid Diba’iah,” yang ditulis oleh syekh Abdurrahman ad-Diba’i, sangat kondang di Indonesia, sampai saat ini. Sangat masyhur karena sastranya indah, terutama pada pasal 14 diktum ke-9 disebutkan: “Rasulullah SAW lahir dalam posisi sujud dan berkata-kata syukur membaca hamdalah, bersinar bagai bulan purnama.”

Syekh Abdurrahman ad-Diba’i menyebut proses kelahiran Kanjeng Nabi Muhammad SAW sebagai persalinan paling agung. Ke-luhur-an akhlaq (moral) Kanjeng Nabi SAW dikisahkan sebagai biografi oleh banyak ahli dari berbagai bangsa, Arab hingga Eropa, yang muslim dan non-muslim. Salahsatu penulis asal Eropa (dan non-muslim), adalah Michel G. Hart, yang menempatkan beliau SAW pada urutan teratas tokoh paling berpengaruh di dunia. Di bawahnya terdapat nama Nabi Isa a.s., dan Isac Newton (penemu rumus fisika grafitasi), serta berderet nama sebanyak 97 tokoh lain.

Karena berkah sawwab Nabi SAW pula, buku Hart laris, menjadi best seller sedunia selama dua dekade. Michel G. Hart, adalah guru besar Astronomi dan Fisika Universitas Maryland, Amerika Serikat. Beragama Yahudi. Bukunya, “The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History (1978),” menjadi perbincangan di seluruh dunia. Telah diterbitkan dalam 15 bahasa, tercetak jutaan eksemplar. Di Indonesia, diterjemahkan oleh mantan Ketua Umum PWI Pusat (sekaligus Wakil Ketua PBNU tahun 1984-1989), alm. H. Mahbub Djunaedi dengan judul “Seratus Tokoh,” (akhir tahun 1979). Sekarang juga dicetak ulang, dan ditawarkan melalui jaringan toko online.

Berita Terkait :  Bahasa Indonesia Bercermin Diri

Di Indonesia kitab Diba’ dicetak ulang oleh berbagai penerbit buku sebanyak ribuan kali sejak pertengahan abad ke-20 (dekade 1950-an). Tanpa revisi satu katapun, tetapi diberi terjemahan ke dalam bahasa Indonesia. Sangat populer karena menjadi bacaan “setengah” wajib terutama pada anak-anak dan remaja, selain membaca Al-Quran. Biasanya secara rutin dibaca berkelompok di surau, masjid, maupun di rumah-rumah. Acara pembacaan kisah kanjeng Nabi SAW disebut “marhabanan.”

Siapa tak pernah mendengar marhabanan? Sering berkumandangkan di seluruh kampung di seantero Indonesia hampir sama seringnya dengan pembacaan tahlil. Pada saat pembacaan pasal 14 diktum ke-9, disebut sebagai sesi mahalul qiyam. Seluruh peserta wajib berdiri, bagai menghormat datangnya tamu sangat dimuliakan. Inti marhabanan yang secara harfiah berarti ucapan selamat datang. Maksudnya, kelahiran seorang manusia agung untuk mengajarkan keluhuran moralitas.

Misi kanjeng Nabi SAW dalam hadits yang diriwayatkan semua perawi shahih menyatakan, “sesungguhnya aku diutus terutama untuk keagungan akhlaq.” Selain karena pengaruh kasih sayang serta kecerdasan, kisah Nabi SAW selalu disertai keluruhan moral. Misalnya, dalam berbagai hadits dinyatakan, “Rasulullah biasa membantu cuci pakaian, perah susu kambing, membersihkan lantai, juga makan bersama pembantu dengan menu yang sama.” Padahal beliau seorang pemimpin negara sekaligus Rasulullah.

Pemimpin Teladan
Keagungan moralitas Nabi SAW tercermin kontinyu sejak masa kanak-kanaknya yang yatim piatu (sebagai penggembala ternak), hingga masa kenabian. Sejak usia 15 tahun, Muhammad SAW telah mencermati secara seksama sejarah ras Arab dan bangsa tetangga (Afrika, Persia, Byzantium dan Romawi). Kecerdasan intelektual dan spiritualnya mewarisi trah para pahlawan Quraisy, yang berhulu pada Nabi Ismail a.s.

Berita Terkait :  Sampah Makanan Citra Bangsa Mubadzir

Tiada musuh yang tidak bergetar, ketika menghadapi Kanjeng Nabi SAW. Trah, faktor genetika itu turut membangun keberanian Muhammad SAW, yang digambarkan “bagai ombak samudera.” Biasa menghadapi musuh bersenjata dengan tangan kosong, selesai tuntas melalui diplomasi. Dalam beberapa hadits shahih dikabarkan, bahwa Nabi SAW, sangat santun terhadap musuh. Tetapi tidak pernah gentar dalam perang mempertahankan diri. Selama hidup, Nabi Muhammad SAW tidak men-teror kelompok lain.

Seluruh perjumpaan dengan Nabi Muhammad SAW, tak terkecuali dalam perang, akan selalu menjadi kenangan manis. Moral yang “manis” itu pula yang menyebabkan ajaran Islam berkembang sangat cepat ke seluruh dunia. Memang patut dicatat sebagai pemimpin terbesar sepanjang sejarah kemanusiaan. Dalam rentang waktu 22 tahun lebih 2 bulan masa kenabian, coverages kepemimpinan beliau SAW telah menggantikan imperium Persia dan Byzantium.

Ketika Kanjeng Nabi SAW mangkat, statusnya masih aktif dan efektif sebagai penguasa. Namun tidak meninggalkan harta warisan. Aset pribadinya berupa uang 80 dirham (senilai harga logam perak 240 gram), dan 2 kavling tanah sudah (wasiat) dihibahkan untuk negara. Tetapi tidak ada wasiat tentang suksesi, tidak menurunkan kekuasaan (oligarki) kepada keluarga, kerabat maupun para sahabatnya.

Dalam kitab “Burdah” imam agung Al-Busyairi yang juga sangat kondang di Indonesia, disebutkan kelembutan hati Nabi SAW bagai bunga. Rasulullah SAW membuktikan perutnya yang terbelit dengan sumpalan 5 butir batu. Itu menandakan beliau sudah tiada dapat makan selama 5 hari. Manakala terdapat makanan diberikan kepada sahabat yang kelaparan. Beliau SAW berpura-pura sudah makan.

Kepedulian kepada sesama tanpa memandang latarbelakang agama, ras, dan bahasa telah diteladankan Nabi Muhammad SAW. Solidaritas, dan kesalehan sosial menjadi visi utama ke-nabi-an sebagai rahmatan lil alamin, kebaikan seluruh alam.

————— *** —————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img