25 C
Sidoarjo
Monday, January 20, 2025
spot_img

Stop Ujaran Rasis di Media Sosial

Oleh:
Sihabuddin
Penulis adalah Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta.

Indonesia merupakan negara yang multikultur yang di dalamnya terdapat berbagai macam suku bangsa dengan keunikan budaya masing-masing. Dari berbagai suku bangsa tersebut memiliki bahasa tersendiri yang membedakan antara satu suku dengan suku lainnya. Menurut Ethnologue dalam setkab.go.id, Indonesia memiliki 715 bahasa daerah dan merupakan negara pemilik terbanyak kedua setelah Papua Nugini dengan 840 bahasa daerah. Sementara itu, menurut laman Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia pada situs web resmi Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa jumlah bahasa daerah (tidak termasuk dialek dan subdialek) di Indonesia yang telah diidentifikasi dan divalidasi sebanyak 718 bahasa.

Dari banyaknya jumlah bahasa di Indonesia yang mencapai 715 atau 718 bahasa menandakan banyaknya jumlah suku bangsa di Indonesia yang mencapai ratusan sebab salah satu karakteristik yang membedakan antara satu suku dengan suku lainnya adalah perbedaan bahasa. Perbedaan-perbedaan ini menjadi suatu kekayaan yang tidak ternilai harganya jika perbedaan ini dijadikan alasan atau alat untuk menjadi satu kesatuan dalam sebuah bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebab, tidak banyak negara seperti Indonesia yang mampu menyatukan berbagai suku bangsa di bawah naungan satu bendera untuk membangun cita-cita bersama. Jadi perbedaan suku dan budaya yang ada di Indonesia untuk menyatukan sebab sudah takdir Tuhan Indonesia diciptakan dari berbagai perbedaan.

Setiap suku di Indonesia memiliki budaya luhur yang mengajarkan kebaikan kepada semua anggota sukunya. Tidak ada satu pun suku yang mengajarkan untuk saling menyakiti dan merugikan orang lain baik untuk anggota sukunya sendiri ataupun anggota suku lainnya. Jika ada oknum dari salah satu atau kelompok anggota suku berbuat salah bukan berarti semua anggota suku tersebut salah. Kejahatan yang dilakukan oleh oknum anggota suku tidak mewakili sukunya. Bagaimana mungkin satu atau kelompok orang dari suatu suku berbuat jahat tapi jutaan orang dari anggota suku tersebut dianggap jahat semua padahal jutaan orang dari anggota suku tersebut tidak mengenal pelaku kejahatan sama sekali.

Berita Terkait :  Dorong Pertanian Regeneratif

Sebagai bangsa yang ditakdirkan untuk hidup berdampingan dengan orang-orang yang berbeda suku dan budaya. Seharusnya harus menjaga kerukunan bersama dengan tidak melontarkan ujaran rasis terhadap anggota kelompok suku. Jika ada orang yang berbuat salah jangan menghakimi sukunya, karena kesalahan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang adalah kesalahan personal atau pribadi yang tidak ada sangkut pautnya dengan sukunya. Jika setiap kesalahan yang dilakukan oleh anggota suku disematkan pada sukunya maka tidak ada satupun suku di dunia ini yang citranya baik. Sebab tidak dipungkiri ada oknum yang berbuat jahat dari setiap suku. Jadi masyarakat harus bisa membedakan ranah personal dengan ranah sosial. Tidak adil rasanya kesalahan satu atau kelompok orang tapi jutaan orang harus menanggungnya seperti ujaran kebencian hanya karena perbedaan budaya dan bahasa padahal mereka tidak tahu apa-apa.

Namun kenyataanya di media sosial ini banyak sekali ujaran rasis yang dilontarkan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab. Ujaran rasis di media sosial adalah penyebaran pandangan melalui konten atau postingan yang mengandung unsur-unsur rasisme dan komentar negatif terhadap suatu golongan atau suku berdasarkan prasangka yang tidak berdasar melalui platform media sosial. Rasisme sendiri dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dalam www.hukumonline.com adalah perbuatan rasisme dikenal dengan rasialisme, yaitu prasangka berdasarkan keturunan bangsa; perlakuan yang berat sebelah terhadap (suku) bangsa yang berbeda-beda; merupakan paham bahwa ras diri sendiri adalah ras yang paling unggul; atau rasisme.

Berita Terkait :  Tekad Merintis Swasembada Pangan Mulai 2025

Bukti nyata ujaran rasisme di media sosial seperti ujaran “Jawa adalah Hama” ada juga istilah “Jawir” untuk merendahkan orang Jawa. Tidak hanya suku Jawa, suku Sunda juga mengalami ujaran rasis oleh oknum tidak bertanggung jawab di media sosial. Seperti adanya Meme yang mengolok-olok orang Sunda karena tidak bisa bahasa Jawa meski juga tinggal di Pulau Jawa dan ujaran rasis lainnya seperti ungkapan “Sunda lagi, Sunda lagi” ceweknya matre dan sebagainya. Orang Madura seperti sudah terbiasa mendapatkan stigma negatif dari orang-orang tidak bertanggungjawab, seperti ujaran “Tidak semua Madura seperti itu, tapi yang seperti itu pasti Madura”. Padahal banyak sekali kejahatan yang tidak ada sangkut pautnya dengan orang Madura seperti banyaknya kasus begal di Lampung, kasus yang pernah viral di Sukolilo Pati sampai disebut kampung maling, kasus begal wanita terhadap taksi online di Surabaya yang dari nama dan ciri-ciri fisik pelaku jelas bukan orang Madura dan lain-lain.

Tidak hanya suku Jawa, Sunda dan Madura, Orang Bali juga tidak luput dari ujaran rasis dari oknum tertentu. Begitu pula dengan orang Batak yang distigmakan keras, kasar dan galak. Padahal tidak terhitung orang Batak yang lemah lembut, peduli, menghargai orang lain dan ramah kepada semua orang. Orang NTT, Papua, Aceh, Makasar dan berbagai suku di Indonesia yang sering mendapatkan ujaran rasis oleh netizen yang tidak bertanggung jawab di media sosial. Bahkan ada netizen yang sengaja menulis komentar “Tebak Suku” jika ada kasus kejahatan atau keanehan yang dilakukan oleh oknum tertentu. Dari penggunaan kata “Tebak Suku” menandakan ujaran rasis di media sosial terhadap berbagai suku di Indonesia masih belum bisa dihindari.

Berita Terkait :  Wujudkan Akses Pendidikan Setara dengan Sekolah Gratis

Memang pelaku ujaran kebencian di media sosial hanyalah oknum tapi hal ini tidak bisa dibiarkan, takutnya menjadi api dalam sekam yang bisa mengancam persatuan bangsa dan menjadi gesekan yang tidak enak antar kelompok suku. Selain itu mengolok-olok suatu kelompok suku sangatlah tidak elok, karena semua suku di Indonesia berbudaya luhur dan semua suku di Indonesia bersaudara. Sekali lagi saya katakan “Jika ada anggota suatu kelompok suku berbuat jahat itu tidak mewakili sukunya” orang yang satu suku pun sangat membenci kejahatannya. Maka dari itu, “Stop Ujaran Rasis di Media Sosial” karena itu tidak ada manfaatnya dan hanya menimbulkan mudharat.

————– *** ————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img