Presiden Prabowo Subianto, telah memerintahkan Panglima TNI, agar TNI-AL mencabut pagar laut di perairan Tangerang, Banten. Perintah sudah dilaksanakan dengan mengerahkan 600 personel. Sebagian pagar sudah dicabut, sehingga akses nelayan melaut kembali normal. Namun tiba-tiba Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta menghentikan pencabutan pagar laut. Serta tiba-tiba pula Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala BPN, menyatakan, areal pagar laut punya sertifikat.
Tidak tanggung-tanggung, pagar laut (sepanjang 30,6 kilometer) yang awalnya disebut misterius, ternyata memiliki sertifikat. Seluruhnya terdiri dari 263 bidang, atasnama beberapa Perusahaan (sebanyak 254 bidang) dan per-orangan (9 bidang). Bahkan terdapat sertifikat hak milik sebanyak 17 bidang. Berdasar aplikasi resmi BPN, sertifikat telah sesuai peta. Khususnya di desa Kohot, kecamatan Pakuhaji, kabupaten Tangerang.
Terasa janggal, karena wilayah laut tidak boleh di-sertifikat-kan, atasnama Perusahaan, dan perorangan. Walau dengan segala bentuk kepemilikan (HGB, dan hak milik). Maka Kementerian ATR/BPN, wajib segera meng-evaluasi, sekaligus membatalkan sertifikat. Karena hanya wilayah daratan yang boleh di-sertifikat-kan. Berdasar data Dinas KKP Banten, area pagar laut berada pada zona perikanan budidaya dam tangkap. Juga terdapat area kerja minyak dan gas bumi.
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, telah mengatur status sertifikat HGB pada pasal 35. Dinyatakan, bahwa Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Terdapat frasa di “atas tanah.” Bukan di atas air laut!
Tetapi sebenarnya,pagar laut membentang melintasi 16 desa di enam kecamatan (mulai Kronjo, hingga Teluknaga). Konon telah terpasang selama 6 bulan, dikeluhkan nelayan setempat. Karena harus memutar jalan lebih jauh menghindari pagar. Sehingga memerlukan BBM (solar) lebih banyak. Tetapi hasil melaut berkurang, karena ikan telah pergi, disebabkan suasana baru perairan. Pagar laut terbuat dari ribuan batang bambu yang ditancapkan di dasar laut.
Karena viral disebut sebagai pagar laut misterius, maka KKP menyegel pagar. Namun tak lama, terdapat klaim dari kelompok Jaringan Nelayan Pantura (JRP), bukan sebagai pagar liar. Melainkan sebagai mitigasi bencana tsunami dan abrasi. Serta pembuatan pagar secara swadaya (dengan biaya milyaran rupiah). Namun, klaim diragukan. Lebih lagi, dibuat oleh nelayan dari luar areal pagar.
Muncul pula dugaan keterkaitan proyek ini dengan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang sejajar dengan lokasi pagar. Tetapi telah ditampik manajemen PIK-2. Serta Dinas KKP Propinsi Banten mensinyalir terdapat rekomendasi izin palsu. Walau sebenarnya, pengusaha memiliki peluang mengelola wilayah pesisir. Pemanfaatan wilayah pesisir, diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Perizinan tercantum dalam UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, tertulis dalam pasal 16 hingga pasal 18. Namun jenis usaha pemanfaatan sebagian perairan pesisir, tercantum dalam pasal 19 ayat (1). Terdiri dari 7 jenis usaha, yakni: produksi garam, biofarmakologi laut, bioteknologi laut, pemanfaatan air laut selain energi, wisata Bahari, pemasangan pipa dan kabel bawah laut; dan/atau pengangkatan benda muatan kapal tenggelam.
Perbincangan pagar laut misterius, muncul bersamaan dengan 14 Proyek Strategis Nasional (PSN) baru. Termasuk proyek Pengembangan Pantai Indah Kapuk Tropical Concept. Serta proyek Pengembangan Kawasan Pesisir Surabaya Waterfront. Bisa jadi, di Surabaya juga akan muncul pagar laut di pantai timur.
——— 000 ———