Surabaya, Bhirawa.
Pilkada serentak 2024 mencatatkan tren mengejutkan di Jawa Timur. Enam wilayah seperti di Jombang, Jember, Situbondo, Lumajang, Mojokerto, dan Kabupaten Madiun mengalami perubahan kepemimpinan setelah para petahana tumbang dalam kontestasi politik tersebut.
Fenomena ini memantik perhatian publik, termasuk dari pakar politik Surokim Abdussalam. Menurutnya, pilkada kali ini cukup mengagetkan. “Ya, dinamika Pilkada kali ini cukup mengagetkan. Banyak petahana tumbang karena menghadapi lawan yang kompetitif, khususnya pasangan yang diusung koalisi pemerintah KIMplus,” ujar Surokim, saat dikonfirmasi Bhirawa, Minggu (8/12).
Menurut Surokim, kekalahan petahana tidak hanya dipengaruhi oleh persaingan sengit, tetapi juga oleh beberapa faktor lain yang saling berkelindan.
Faktor Kinerja dan Kepuasan Publik
Surokim menyoroti kinerja petahana sebagai faktor kunci dalam pertarungan politik. “Saat tingkat kepuasan publik di bawah 70%, peluang petahana untuk bertahan menipis. Publik butuh pembuktian nyata, bukan sekadar janji,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa banyak petahana gagal menawarkan inovasi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini membuat elektabilitas mereka stagnan di tengah meningkatnya kesadaran pemilih, terutama generasi milenial yang semakin rasional. Overconfidence dan Ancaman “hukuman publik”.
Selain itu, Surokim menilai beberapa petahana terlalu percaya diri hingga lengah terhadap ancaman dari penantang baru. “Mereka sering kali mengabaikan kekuatan lawan yang sebenarnya punya surplus elektabilitas. Di sisi lain, kebosanan publik terhadap kepemimpinan lama juga menjadi faktor. Pemilih seperti ingin ‘menghukum’ petahana dengan memilih alternatif baru,” ungkapnya.
Tantangan Berat Petahana
Fenomena ini menunjukkan bahwa mempertahankan elektabilitas jauh lebih sulit daripada merebutnya. “Petahana kerap terlena dengan dukungan semu yang mereka anggap solid. Padahal, swing voters dan undecided voters kini memainkan peran yang semakin signifikan,” jelas Surokim.
Ia pun menyebut bahwa dinamika Pilkada 2024 adalah gambaran kompleksitas politik modern, di mana pemilih semakin kritis dan dinamis. “Ini pelajaran besar bagi semua petahana. Tantangannya kini lebih berat dan membutuhkan pendekatan baru yang lebih relevan,” tutupnya. [geh.wwn]