30.4 C
Sidoarjo
Sunday, July 13, 2025
spot_img

Dilema Realistis Politis Pendidikan Gratis

Oleh :
Mukhlis Mustofa
Dosen FKIP Universitas Slamet Riyadi Surakarta Program Studi PGSD, dan Konsultan Pendidikan Yayasan Pendidikan Jama’atul Ikhwan Surakarta

Sorotan Ikatan sarjana Nahdlatul Ulama ( ISNU ) terhadap keputusan MK Pasa 34 ayat 2 UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan implementasi Pendidikan dasar gratis bagi sekolah negeri dan swasta seperti diwartakan Surya Tribun Jatim senin 1 Juni 2025 menyiratkan beragam penyikapan. Putusan MK tersebut secara teidak langsung popolis atau humanis dalam bidang pendidikan, yaitu membebaskan atau menggratiskan Sumbangan Pembinaan Pendidikan ( SPP).

Tuntutan penyelenggaraan pendidikan gratis merupakan tuntutan favorit pada pihak penguasa daerah setempat dengan tingkat aktualitas isu up to date sepanjang masa. Komoditifikasi isu pendidikan gratis ini seakan menjadi menu wajib yang harus diusung pemerintah sepanjang masa. Peningkatan alokasi dana, peningkatan fasilitas pendidikan menjadi agenda utama semua pihak berkaitan pelayanan publik.

Penekanan penyelenggaraan pendidikan gratis ini secara tidak langsung menjadikan peningkatan kualitas pendidikan sendiri menjadi prioritas kesekian. Peningkatan Kualitas pendidikan secara tidak langsung terabaikan dan terhapus sebatas pendidikan bebas biaya. Menyikapi fenomena ini nampaknya seluruh komponen pendidikan memerukan reorientasi ulang agar tidak terjebak dalam visi sempit. Jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas pendidikan tujuan pendidikan gratis ini menjadi bias, mekanisme asal gratis seakan menjadi tujuan utama pendidikan dan menisbikan peningkatan kualitas pendidikan.

Menyikapi tuntutan pendidikan gratis selayaknya perlu ditelaah lebih mendalam apakah pendidikan gratis benar-benar menjadi kebutuhan utama masyarakat ataukah pelaksanaan pendidikan gratis hanyalah untuk memenuhi “syahwat” politik semata. Fenomena ini berpijak pada beberapa kenyataan dilapangan dimana pada beberapa kasus pendidikan gratis meninggalkan beragam dampak. Konsepsi pendidikan gratis untuk semua pada beberapa tempat hanyalah menguntungkan satu pihak dan memberangus pihak lain yang juga berkecimpung dalam dunia pendidikan patut menjadi catatan tersendiri. Kesan ini terasa pada fokus pendidikan gratis itu sendiri dimana hanya menyentuh pada lembaga pendidikan negeri semata sementara itu lembaga pendidikan swasta terabaikan.

Berita Terkait :  WBP Rutan Situbondo Terima Layanan Pemeriksaan Medis dan Pengobatan Rutin

Kesetaraan edukatif
Realitasnya, penyelenggaraan pendidikan gratis pada beberapa daerah selama ini masih menyentuh sekolah negeri semata sementara sekolah swasta masih melakukan pungutan untuk operasional. Kondisi ini sangatlah kontraproduktif dengan kesetaraan pendidikan yang selama ini digembar-gemborkan. Menariknya pihak masyarakat abai dengan permasalahan ini dan tuntutan pendidikan gratis meluncur dalam setiap tindakan masyarakat tanpa mau tahu kondisi yang ada dilapangan.

Manakala proses pendidikan gratis hanya diterapkan pada sekolah negeri sementara sekolah swasta dipersilakan untuk melakukan pungutan sama artinya dengan membunuh sekolah swasta. Sekolah swasta tentulah mengalami kesulitan dalam penyelenggaraan pendidikan apabila diputuskan pendidikan bebas biaya ini. Marginalisasi sekolah swasta sendiri dipastikan semakin membesar dikarenakan stigma yang diemban semakin negatif dibandingkan dengan sekolah negeri.

Menyibak realitas penyelenggaraan pendidikan selama ini nampaknya pendidikan gratis teramat kental dengan nuansa politis. Politisasi pendidikan menjadi sebuah keprihatinan tersendiri mengingat pendidikan selayaknya independen dengan permasalahn diluar konteks pendidikan sehingga politisasi pendidikan selayaknya diminimalisir sekecil mungkin. Komoditifikasi pendidikan dalam ranah politis ini menjadi kontraproduktif dengan misi pendidikan gratis yang diemban.

Korelasi tuntutan pendidikan gratis dengan realitas penyelenggaraan pendidikan merupakan konsekuensi yang hingga saat ini belum terlihat jelas. Efek langsung miskomunikasi pendidikan ini manakala tidak diseriusi akan mengakibatkan dunia pendidikan jalan ditempat.

Pendidikan berkeadilan .
Pendidikan berkeadilan selayaknya lebih dikembangkan pada dunia pendidikan di negeri ini, hal ini berpijak pada kenyataan bahwa penyelenggara pendidikan bukan hanya oleh Negara namun juga diselenggarakan lembaga non pemerintah dalam hal ini sekolah swasta. Konsistensi penyelenggara pendidikan gratis selayaknya ditekankan pada aspek keadilan pendidikan, konsekuensinya pendidikan gratis harus bisa menjangkau seluruh sekolah, baik negeri maupun swasta.

Berita Terkait :  Peringati HUT TKSK ke-15, Harap TKSK Dapat Sejahterakan Diri Lewat Pemberdayaan Usaha

Pelaksanaan Pendidikan gratis oleh kalangan sekolah swasta sangat terasa sebagai proses pemberangusan sekolah. Kondisi semakin memperpuruk keadaan sekolah swasta, stigma Sekolah kelas dua yang sudah melekat sedemikan lama pada sekolah swasta akan semakin menguat manakala pendidikan gratis tanpa perubahan ini dilaksanakan. Prestasi rendah, fasilitas tidak lengkap, siswa miskin hingga biaya mahal merupakan stigma lain yang kerap dialamatkan pada sekolah swasta.

Permasalahan ini menjadi kian rumit manakala perhatian untuk sekolah swasta hanyalah dipandang sebelah mata. Perhitungannya sekolah negeri mendapatkan seluruh fasilitas dari Negara baik berupa alat pembelajaran hingga tenaga pengajar, sementara itu pihak sekolah swasta harus mencukupi kebutuhannya secara mandiri. Konsep awal ini menjadi penekanan bahwa untuk pemenuhan kebutuhan pambelajarannya sekolah swasta memerlukan perhatian pembiayaan yang tidak kecil.

Perhitungan kebutuhan sekolah negeri dengan sekolah swasta inilah yang hingga saat ini belum terformulasikan dengan jelas. Implementasi sekolah gratis saat ini hanyalah menyoroti aspek sekolah negeri semata sementara itu untuk sekolah swasta belum terbahas. Jika sekolah negeri bisa dipaksa untuk menyediakan pendidikan secara gratis sangatlah wajar mengingat konsepsi awal pembeiayaan sepenuhnya dari pemerintah, kenyataan ini tidak bisa disamaratakan dengan sekolah swasta. Pemecahan permasalahan pembiayaan pada sekolah swasta saat pendidikan gratis diluncurkan belum terformulasikan dengan tepat..

Tidak bisa dipungkiri proses pembiayaan sekolah menjadi teramat penting dalam penyelenggaraan sekolah. Perhitungan pembiayaan sekolah ini menyangkut berbagai komponen. Ketersediaan gedung, fasilitas pembelajaran hingga tenaga pengajar menjadi elemen utama dalam penyelenggaraan pendidikan. Pada sekolah swasta beban biaya pembelajaran tersebut dilakukan dengan kemandirian penuh dengan konsekuensi penyediaan diperoleh dari sumber-sumber pembiayaan yang ada. Untuk sekolah swasta pungutan pada siswa merupakan bentuk umum dalam penggalangan dana operasional. Permasalahannya jika pendidikan diselenggarakan secara gratis maka pihak sekolah swasta tentulah mengalami hambatan dalam operasionalnya.

Berita Terkait :  AXA Mandiri Tingkatkan Kualitas Layanan, Resmikan Customer Care Centre Baru di Surabaya

Pendidikan gratis yang berefek pada pemberangusan sekolah swasta adalah proses pendzaliman pendidikan. Jika pendidikan gratis ingin berhasil maka langkah yang seharusnya dilakukan

Hentikan diskriminasi sekolah negeri – swasta, kenyataan ini berpijak bahwa pendidikan bukan hanya dominasi penyelenggara Negara namun harus memperhatikan komponen non pemerintahan dalam proses pendidikannya. Pemberi perhatian imbang antara sekolah negeri swasta secara menyeluruh sangat dinantikan semua pihak.

Masyarakat sendiri akan melihat sekolah dengan kulitas pendidikan bukan semata-mata hanya berkaitan dengan biaya semata karena sudah ditanggung pemerintah. Bagi sekolah swasta sendiri, pemenuhan kebutuhan operasional sekolah tersebut secara tidak langsung menjadikan konsentrasi peningkatan kompetensi siswa lebih dikedepankan dibandingkan dengan upaya perubahan pencitraan sekolah itu sendiri. Kompetisi positif sekolah negeri dengan sekolah swasta sendiri secara tidak langsung akan tercapai dengan sehat tapa ada perasaan rendah diri dikalangan sekolah swasta itu sendiri.

Penghentian Politisasi pendidikan selayaknya dikurangi dengan harapan pendidikan menjadi lebih independen dalam peningkatan kualitas anak bangsa. Jika pendidikan gratis masih sulit diwujudkan untuk seluruh komponen pendidikan penundaan pelaksanaan pendidikan gratis bukanlah hal yang merisaukan. Perhitungan cermat pembiayaan pendidikan memerlukan ketelitian agar tepat sasaran dan berkeadilan. Move-move politis selayaknya mulai dikurangi mengingat sangatlah tidak elok manakala pendidikan dimasukkan sebafai komoditas politik.Revitalisasi pendidikan gratis menjadi tuntutan realistis dibandingkan dengan perang opini sejauhmanakah kepentingan pendidikan gratis ini dilakukan.

Pendidikan gratis selayaknya tidak menisbikan aspek kualitas dan kompetensi peserta didik. Melaksanakan pendidikan gratis namun mengesampingkan aspek kualitas merupakan bentuk pendzaliman pendidikan dan memperburuk keadaan negeri ini.

———— *** —————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru