29 C
Sidoarjo
Thursday, January 9, 2025
spot_img

Meritokrasi Pamit, Nepotisme Ngetren Lagi

Oleh :
Ani Sri Rahayu
Dosen PPKn dan Trainer P2KK Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam dunia yang ideal, meritokrasi menjadi fondasi utama dalam menentukan siapa yang pantas menduduki posisi strategis. Sayangnya, realitas sering berkata lain. Fenomena “orang dalam” dan “orang dekat” telah menjelma menjadi budaya yang mengakar dalam sistem birokrasi. Kompetensi dan kinerja sering kali tergeser oleh hubungan personal, meninggalkan talenta-talenta unggul tanpa tempat. Akibatnya, bukan hanya profesionalisme yang tergerus, tetapi juga kepercayaan publik terhadap keadilan sistem. Apakah ini sekadar tradisi yang sulit dilawan, atau gejala dari krisis moral yang lebih mendalam?. Berangkat dari fenomena itulah penulis tertarik menuangkan gagasan dan solusinya di harian ini, tepatnya rubrik opini sebagai upaya untuk meminimalkan praktik nepotisme pada kinerja yang mengakar di negeri ini.

Dampak nepotisme pada kinerja
Nepotisme kerap menjadi penghalang bagi terciptanya lingkungan kerja yang profesional dan produktif. Ketika keputusan penempatan posisi lebih didasarkan pada hubungan pribadi daripada kompetensi, kualitas kerja sering kali menurun. Hal ini tidak hanya merugikan organisasi dalam mencapai targetnya, tetapi juga menciptakan ketidakpuasan di kalangan pegawai yang merasa diperlakukan tidak adil. Sehingga, tidak heran jika di saat Indonesia sedang memiliki kesempatan meraih bonus demografi, para talenta unggulnya justru pergi.

Merujuk pada data yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), sebanyak 3.912 warga negara Indonesia (WNI) beralih menjadi warga negara Singapura selama kurun waktu 2019-2022 atau rata-rata sekitar 1.000 orang setiap tahun. Hal ini cukup menjadi bukti terjadinya brain drain talenta unggul Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Bahkan, sampai Oktober 2024, sudah terdapat 978 orang yang melepas status WNI menjadi warga negara Singapura. Diperkirakan angkanya akan jauh lebih besar hingga akhir Desember 2024. Sebagian besar dari WNI yang berpindah ke Singapura itu berasal dari kelas menengah dan berpendidikan tinggi, berada pada rentang usia produktif antara 25 dan 35 tahun,(Kompas,26/12/2024).

Berita Terkait :  Negeri Darurat Kesehatan Mental

Setali tiga uang, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) mencatat, dari 35.536 penerima beasiswa (awardee), terdapat 413 awardee tidak kembali pulang ke Indonesia. Padahal, secara aturan, mahasiswa yang diterima beasiswanya ke luar negeri wajib kembali ke Indonesia dalam waktu 90 hari sesuai tanggal kelulusan, untuk berkontribusi di Indonesia, selama dua kali masa studi ditambah satu tahun (2N+1) setelah selesai studi secara berturut-turut.

Fenomena ini menunjukkan betapa seriusnya dampak nepotisme terhadap kinerja individu dan sistem secara keseluruhan. Ketika meritokrasi tergeser oleh hubungan personal, talenta-talenta unggul merasa tidak mendapat tempat yang layak untuk berkembang dan berkontribusi. Hal ini tidak hanya merugikan individu yang memiliki potensi besar, tetapi juga membahayakan masa depan bangsa yang kehilangan aset intelektualnya.Jika situasi ini terus berlanjut tanpa adanya langkah perbaikan yang nyata, Indonesia berisiko mengalami stagnasi dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) ditengah peluang besar bonus demografi. Maka, upaya sistemik untuk memulihkan keadilan dan meritokrasi menjadi semakin mendesak.

Strategi pemulihan meritokrasi
Pemulihan sistem meritokrasi di Indonesia menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang adil untuk berkembang berdasarkan kompetensi dan kinerja, bukan kedekatan pribadi atau faktor lainnya. Sistem meritokrasi yang baik dapat mendorong produktivitas, meningkatkan kualitas layanan publik, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih profesional. Untuk mencapai hal ini, beberapa langkah strategis perlu diambil oleh pemerintah dan institusi di Indonesia. Detailnya, berikut beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan untuk memulihkan sistem meritokrasi.

Berita Terkait :  Wacana Anggaran Pendidikan Berbasis Pendapatan Negara

Pertama, peningkatan transparansi dalam rekrutmen dan promosi, yakni dengan memastikan setiap tahapan rekrutmen dan promosi dilakukan secara terbuka dan berbasis kriteria yang jelas, seperti kompetensi, pengalaman, dan kinerja. Penggunaan teknologi seperti sistem seleksi berbasis AI juga dapat membantu mengurangi potensi manipulasi dan memastikan proses yang adil.

Kedua, penguatan regulasi dan pengawasan, yakni bisa dengan memberlakukan regulasi yang ketat terhadap praktik nepotisme, termasuk sanksi tegas bagi pihak yang terbukti melakukan pelanggaran. Dibutuhkan pula lembaga pengawas independen untuk memantau proses ini secara objektif. Dengan adanya sanksi yang jelas dan penegakan yang konsisten, praktik nepotisme dapat diminimalisir.

Ketiga, pengembangan kompetensi SDM, yakni bisa dengan menyediakan lebih banyak kesempatan bagi individu untuk mengembangkan keterampilan dan keahlian mereka. Program pelatihan dan pendidikan yang berbasis pada kompetensi dan kebutuhan pasar kerja dapat membantu menciptakan talenta unggul yang siap bersaing secara sehat.

Keempat, pemberian insentif berdasarkan kinerja. Untuk memotivasi individu agar terus berprestasi, pemberian insentif yang berbasis pada kinerja adalah langkah yang perlu diambil. Insentif tersebut dapat berupa penghargaan finansial, kesempatan untuk promosi jabatan, atau peluang pengembangan karier. Insentif yang jelas dan adil akan membuat setiap individu termotivasi untuk memberikan yang terbaik sesuai dengan kemampuan mereka, menciptakan kompetisi sehat yang berfokus pada hasil.

Kelima, kampanye untuk menumbuhkan budaya meritokrasi. Artinya, sebagai langkah mengedukasi masyarakat dan instansi tentang pentingnya meritokrasi sebagai prinsip dasar dalam setiap proses seleksi dan penempatan posisi. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan etika kerja, forum diskusi, dan penyuluhan kepada pegawai mengenai nilai-nilai keadilan dan kesetaraan dalam bekerja.

Berita Terkait :  Dukung Akselerasi Swasembada Pangan

Melalui langkah-langkah strategis yang jelas dan terarah, pemulihan sistem meritokrasi di Indonesia dapat menjadi solusi untuk menciptakan lingkungan yang lebih adil, transparan, dan berbasis pada kinerja. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan produktivitas di berbagai sektor, tetapi juga mendorong tumbuhnya talenta-talenta unggul yang dapat berkontribusi pada kemajuan bangsa. Keberhasilan implementasi meritokrasi bergantung pada komitmen semua pihak baik, pemerintah, sektor swasta, dan masyaraka untuk menjalankan sistem yang adil dan terbuka. Jika diterapkan dengan konsisten, meritokrasi dapat menjadi pilar utama dalam pembangunan SDM yang lebih berkualitas dan berdaya saing tinggi, sekaligus mengurangi praktik nepotisme yang merugikan masa depan negara.

———— *** ————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img