25 C
Sidoarjo
Monday, December 23, 2024
spot_img

Menyoal Rendahnya Soft Skills Lulusan S1 Indonesia

Oleh :
Oman Sukmana
Guru Besar, Ketua Prodi S3 Sosilogi dan Dosen Prodi Kesejahteraan Sosial, FISIP-UMM

Sebagaimana berita yang sudah tersebar di berbagai media massa, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, mengemukakan data hasil survey yang pernah dilakukanya pada tahun 2015 yang mengungkap beberapa kelemahan lulusan sarjana S1 di Indonesia. Menurut Menteri Satryo, survey dilakukan terhadap 500 CEO (Chief Executive Officer) perusahaan menengah kecil pada empat pulau di Indonesia, yakni Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Dalam survey tersebut diajukan sebuah pertanyaan kepada para CEO tentang apa yang menjadi kelemahan dari lulusan sarjana S1 yang direkrut untuk menjadi karyawan oleh berbagai perusahaan di Indonesia. Selanjutnya menurut Satryo, para CEO menjelaskan bahwa paling tidak terdapat empat kelemahan utama dari para lulusan sarjana S1 di Indonesia, yakni: rendahnya kemampuan membaca, rendahnya kemampuan menulis, rendahnya etos kerja (work habbit), dan rendahnya kemampuan berkomunikasi.

Pertama, bahwa menurut para CEO, secara umum lulusan sarjana S1 Indonesia memiliki kelemahan dalam kemampuan membaca. Dimaksudkan kelemahan dalam membaca disini bukan berarti para lulusan S1 tidak bisa mengeja, akan tetapi mereka tidak memilki kemampuan dalam memahami, menafsir, dan mengidentfikasi substansi dari setiap paragraph catatan dokumen laporan secara baik. Para lulusan sarjana S1 di Indonesia masih lemah dalam kemampuan melakukan analisis konten atau isi suatu teks.

Kedua, bahwa menurut para CEO secara umum lulusan sarjana S1 Indonesia memiliki kelemahan dalam kemampuan menulis. Kemampuan menulis bukan hanya sekedar mampu mencatat. Menulis adalah sebuah proses eksplorasi yang memungkinkan individu untuk mengembangkan dan mengasah ide serta gagasan yang ada dalam pikiran mereka. Melalui tulisan, seseorang dapat menuangkan pemikiran yang mungkin masih samar menjadi bentuk yang lebih jelas dan terstruktur. Menulisadalah sarana untuk berkomunikasi dan berbagi wawasan dengan orang lain, membuka ruang untuk diskusi dan kolaborasi yang lebih luas.

Berita Terkait :  Polemik Kebijakan Cleansing Guru Honorer

Ketiga, bahwa menurut para CEO secara umum lulusan sarjana S1 Indonesia ditandai oleh etos kerja (work habbit) yang rendah. Karakteristik etos kerja yang rendah sering kali mencerminkan sikap dan kebiasaan yang kurang profesional dalam lingkungan kerja. Individu dengan etos kerja rendah cenderung menunjukkan kurangnya motivasi dan disiplin, sering menunda-nunda tugas yang harus diselesaikan, tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan sehingga hasil kerja menjadi kurang berkualitas dan tidak memenuhi standar yang diharapkan. Selain itu, etos kerja yang rendah ditandai dengan kurangnya komitmen dalam berkolaborasi dengan tim, menghindari komunikasi yang efektif, dan tidak terbuka terhadap umpan balik. Karakteristik ini dapat menghambat perkembangan karier dan menciptakan lingkungan kerja yang kurang produktif.

Keempat, bahwa menurut para CEO secara umum lulusan sarjana S1 Indonesia ditandai oleh lemahnya kemampuan dalam membangun komunikasi yang efektif. Komunikasi efektif adalah pertukaran informasi, ide, perasaan yang menghasilkan perubahan sikap sehingga terjalin sebuah hubungan baik antara pemberi pesan (komunikator) dan penerima pesan (komunikan).

Kemampuan komunikasi efektif sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan, baik di lingkungan pribadi maupun profesional. Komunikasi yang baik memungkinkan individu untuk menyampaikan ide, informasi, dan perasaan secara jelas dan tepat, yang pada gilirannya dapat memperkuat hubungan antarpribadi. Dalam konteks pekerjaan, komunikasi efektif berkontribusi pada kolaborasi yang lebih baik dalam tim, meminimalkan kesalahan, dan meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu, mengembangkan kemampuan komunikasi adalah investasi yang berharga untuk kesuksesan pribadi dan profesional.

Berita Terkait :  Wujudkan Strategi Adaptasi Kurikulum di Era AI

Informasi dari para CEO ini sangat penting sebagai bahan masukan dalam melakukan evaluasi perbaikan proses pendidikan tinggi di Indonesia. Seperti kita ketahui bahwa CEO adalah posisi tertinggi dalam hierarki manajemen sebuah perusahaan atau organisasi. CEO adalah individu yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan strategis, pengelolaan operasional, dan kinerja keseluruhan perusahaan. Tugas utama seorang CEO adalah memimpin perusahaan menuju pencapaian tujuan dan visi perusahaan. Di Indonesia, CEO adalah kerap kali disamakan dengan jabatan direktur utama atau presiden direktur. Sebagai nahkoda perusahaan, CEO memikul tanggung jawab terhadap jalannya perusahaan secara keseluruhan.

Empat kelemahan lulusan sarjana S1 di Indonesia sebagaimana hasil survey Menteri Satryo tersebut, adalah merupakan kelemahan dari aspek kemampuan soft skills. Secara umu soft skills adalah sebagai perilaku personal dan interpersonal yang mengembangkan dan memaksimalkan kinerja seseorang terkait kepercayaan diri, fleksibilitas, kejujuran dan integritas diri. Soft skills merupakan keterampilan dan kecakapan hidup, baik untuk diri sendiri, berkelompok, atau bermasyarakat, serta dengan Sang Pencipta.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh negara-negara Inggris, Amerika dan Kanada terdapat 23 atribut soft skills yang mendoninasi lapangan kerja. Ke 23 atribut soft skills tersebut diurutkan berdasarkan prioritas kepentingan di dunia kerja, yaitu: Inisiatif, Etika/integritas, Berpikir kritis, Kemauan belajar, Komitmen, Motivasi, Bersemangat, Dapat diandalkan, Komunikasi lisan, Kreatif, Kemampuan analisis, Dapat mengatasi stress, Menejemen diri, Menyelesaikan persoalan, Dapat meringkas, Berkompetensi, Fleksibel, Kerja dalam tim, Mandiri, Mendengarkan, Tangguh, Beragumentasi logis, dan Manajemen waktu.

Berita Terkait :  Kolaborasi Memberantas Judi

Kemampuan soft skills sangat penting bagi lulusan sarjana S1 di Indonesia, terutama dalam menghadapi tantangan dunia kerja yang semakin kompetitif. Kemampuan soft skills membantu lulusan untuk menavigasi dinamika lingkungan kerja, membangun hubungan yang baik dengan rekan kerja, serta menghadapi perubahan dan tantangan dengan lebih baik. Selain itu, soft skills juga berperan dalam pengembangan diri dan karier jangka panjang, karena kemampuan ini seringkali diperlukan untuk posisi manajerial atau kepemimpinan di masa depan. Dengan demikian, penguasaan soft skills menjadi kunci untuk mencapai kesuksesan dan relevansi di era global yang terus berkembang.

Oleh karena itu proses pendidikan S1 di Indonesia jangan hanya terjebak dalam meningkatkan kemampuan hard skills saja, seperti keterampilan dan kemampuan teknis, standar Indeks Prestasi (IP) tinggi, dan sebagainya. Namun penting juga mengembangkan aspek kemampuan soft skills sebagai indicator keberhasilan proses pembelajaran pendidikan S1 (sarjana).

————– *** —————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img