Surabaya, Bhirawa
Badan Standarisasi Nasional (BSN) memastikan bahwa mengonsumsi air dari galon polikarbonat atau guna ulang aman dari Bisphenol A (BPA).
Meminum air dari galon dimaksud tidak akan berdampak pada kesehatan masyarakat karena kemasan pangan tersebut sudah mendapatkan sertifikasi.
“Ketika sudah disertifikasi dan sudah mendapatkan SNI artinya ketika konsumen membeli produk maka sudah bisa dikatakan aman untuk dikonsumsi,” terang Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Penilaian Kesesuaian BSN, Heru Suseno.
Hal tersebut diungkapkan dalam diskusi bertajuk Standarisasi Kemasan dan Jaminan AMDK galon Polikarbonat pada Kamis (19/12). Heru menjelaskan bahwa standarisasi yang diterapkan pemerintah dan otoritas terkait berpaku pada 3 hal yakni perlindungan masyarakat, jaminan mutu dan efisiensi hingga persaingan usaha yang sehat.
Heru juga menerangkan, ketiga pegangan ini secara simultan harus ditekan dalam penerapan standarisasi nasional. Dia melanjutkan, tujuannya demi kesejahteraan seluruh rakyat dalam konteks pelaku usaha hingga masyarakat sebagai konsumen.
Ia menjelaskan, perumusan standarisasi nasional Indonesia (SNI) dilakukan mulai dari perencanaan, perumusan, penetapan hingga pemeliharaan. Dia menambahkan, standarisasi ini juga melibatkan multipihak agar berjalan dengan maksimal dan menjamin kualitas produk yang dihasilkan.
Heru menegaskan bahwa sertifikasi ini wajib diikuti oleh pelaku usaha dan semua pihak demi kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan atau pelestarian fungsi lingkungan hidup. Artinya, sambung dia, pemerintah dan BSN menjamin bahwa produk yang mendapatkan SNI aman untuk dikonsumsi, termasuk Air Minum Dalam Kemasan(AMDK).
“Galon polikarbonat ini sudah mendapatkan SNI jadi sudah pasti aman,” katanya.
Sementara menurut, Analis Kebijakan Ahli Muda Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Okky Krisna Rachman, semua jenis produk AMDK wajib mengikuti SNI. Selain SNI, industri AMDK juga diatur mulai dari pengendalian air baku pengendalian produksi hingga pengendalian kemasan pangan.
Menurutnya, setiap poin tersebut memiliki regulasi masing-masing guna menjamin kesehatan dan kualitas produk. Dia mengatakan, semua industri AMDK juga diwajibkan melakukan pengujian produk ke Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) di laboratorium uji.
“Jadi pengendalian air baku juga sudah diatur oleh kemenperin. air baku mutu ini juga sudah terjamin secara kualitas dan undang-undang,” ujar Okky.
Adapun jaminan keamanan serupa juga diutarakan melalui hasil riset yang dilakukan Universitas Islam Makassar (UIM). Lembaga civitas akademika itu melakukan penelitian untuk membuktikan kebenaran migrasi BPA dari galon polikarbonat ke dalam air.
Ketua Program Studi Kimia UIM sekaligus anggota peneliti, Endah Dwijayanti mengungkapkan bahwa tidak ada migrasi BPA yang terjadi dari galon polikarbonat ke dalam air minum. Penelitian ini membantah dugaan migrasi BPA yang dihembuskan oleh oknum tertentu.
Endah menjelaskan, penelitian dilakukan di lima kota di Makassar dengan memilih secara acak galon polikarbonat yang sering jumpai di publik. Penelitian dilakukan terhadap galon yang terjemur di matahari langsung dan yang disimpan di gudang.
Endah mengatakan riset tidak mendapat adanya struktur molekul BPA di dalam air galon polikarbonat. Artinya, tidak ada migrasi BPA dari kemasan galon polikarbonat ke dalam air minum.
“Strukturnya saja nggak kebaca apalagi zat nya itu tidak ditemukan dari kedua galon yang dijemur atau tidak,” jelas Endah.
Anggota Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Hermawan Seftiono, menjelaskan bahwa galon dan BPA merupakan dua produk yang berbeda. Dia menjelaskan, BPA merupakan senyawa pembentuk galon polikarbonat.
BPA memang zat berbahaya apabila berdiri sendiri. Namun, sambung dia, reaksi polimerisasi antara BPA dengan fosgen (karbonil diklorida) menjadi senyawa polikarbonat menghilangkan bahaya yang dimiliki BPA.
“Nah, ketika menjadi senyawa polikarbonat seharusnya produksi polimer ini menjadi aman. Artinya, kemasan produk galon aman digunakan untuk AMDK,” ujarnya.
Hermawan mengatakan, tidak ada laporan di Eropa yang pernah menyebutkan ada seseorang yang sakit karena mengonsumsi air dari galon polikarbonat. Artinya, kemasan galon polikarbonat dan tutupnya aman digunakan untuk produk AMDK.
“Belum ada juga kasus di Indonesia dan di luar negeri juga terkena penyakit dari kandungan BPA ini,” katanya.
Hermawan memaparkan bahwa memang penggunaan BPA pada botol bayi sudah dilarang sejak lama di Eropa. Dia mengatakan, hal ini berkaitan dengan berat dan daya tahan tubuh bayi yang belum sebaik orang dewasa.
Kepala Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Trilogi ini melanjutkan, sebenarnya kalaupun ada BPA yang masuk ke dalam tubuh akan dimetabolisme oleh hati dan selanjutnya dikeluarkan melalui urine. Di negara manapun mengonsumsi air dari galon polikarbonat dinyatakan aman di tidak menyebabkan masalah kesehatan.
“Saya juga sudah pake galon. Di rumah polikarbonat, di kantor PET dan sampai sekarang aman-aman saja nggak ada masalah,” tuturnya.
Di sisi lain, Hermawan mengaku heran bahwa di Indonesia masalah BPA hanya fokus pada galon polikarbonat. Dia melanjutkan, padahal kandungan BPA terdapat di berbagai macam barang dan kemasan pangan.
Seperti kaleng misalnya yang menunjukan migrasi BPA tertinggi meskipun masih dalam batas aman. Dia mengungkapkan, bahkan di Eropa juga tidak ada laporan orang sakit setelah mengonsumsi air dari galon atau laporan migrasi BPA dari galon karena pengaruh panas
“Saya juga heran kenapa di sini hanya ramai pada galon saja. Kalau penelitian di Eropa itu fokus ke beberapa kemasan yang mengandung BPA dan kadar masih terbilang rendah. Nah makanya ini saya juga heran aja tiba-tiba saja muncul,” pungkasnya. [riq]